Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pupus sudah hubungan Indonesia dan Jepang dalam rencana kerja sama pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Hal tersebut dipastikan setelah pemerintah memutuskan perubahan model kerja sama proyek dari goverment to goverment (G to G) menjadi business to business (B to B).
Pemerintah pun juga telah mengutus Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil ke Jepang pada pada Selasa (29/9) kemarin untuk menjelaskan berakhirnya hubungan Indonesia dan Jepang dalam rencana kerja sama kereta cepat.
Di Negeri Sakura, Sofyan bertemu dengan Yoshihide Suga, Chief Cabinet Secretary Jepang. "Jepang kaget dan menyesal," kata Sofyan ketika menceritakan respon Pemerintah Jepang atas putusan Indonesia menggunakan model B to B dalam proyek kereta cepat, Rabu (30/9).
Menurut dia, pertemuan Indonesia dengan pemerintah Jepang berlangsung cukup singkat. Di sana, Indonesia hanya menjelaskan alasan pemerintah yang mengalihkan model kerjasama lantaran keterbatasan anggaran.
Selain pemerintah Jepang, kalangan swasta di negeri tersebut juga dipastikan tidak mungkin bisa berpartisipasi di proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. "Karena bisnis model dan undang-undang Jepang tidak memungkinkan untuk pemberian bantuan atau kredit konsensi ke perusahaan Jepang. Sehingga, praktis tidak bisa," kata dia.
Meskipun jalinan hubungan Indonesia-Jepang telah retak dalam kerjasama proyek kereta cepat ini, Tapi Sofyan menjamin, kerjasama di sektor lain akan tetap berjalan dengan baik. Saat ini, juta tidak ada perubahan komitmen Jepang menyoal hubungan ekonomi maupun kerjasama pembangunan infrastruktur.
"Justru saya diminta presiden ke sana untuk menjelaskan bahwa hubungan Indonesia-Jepang jauh lebih besar dan jauh lebih strategis dibandingkan persoalan kereta cepat," ujar Sofyan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News