kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kerja keras untuk bisa akses beneficial owner


Kamis, 13 Juli 2017 / 21:28 WIB
Kerja keras untuk bisa akses beneficial owner


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Indonesia akan memiliki memenuhi syarat lainnya untuk menjalankan Automatic Exchange of Information (AEoI) yakni, akses terhadap beneficial owner. Head of Global Forum on Transparency and Exchange of Information OECD Monica Bhatia mengatakan, terkait hal ini Indonesia akan segera di review oleh OECD.

Pasalnya, menurut Monica, global forum memiliki standar bahwa semua member harus memenuhi persyaratan tersebut, yakni adanya identifikasi beneficial ownership dari semua entitas, perusahaan, lembaga dan lain-lain.

Menurut Monica, asesmen putaran pertama telah selesai dan peringkat kepatuhan sudah ditetapkan. Selanjutnya, di putaran kedua akan ada revisi kerangka acuan yang sekarang mencakup persyaratan beneficial ownership.

“Di asesmen sebelumnya, kami belum memasukkan beneficial ownership sebagai penilaian, tetapi di asesmen kedua, kami akan menyertakan itu. Indonesia akan di review di putaran berikutnya untuk memenuhi standar beneficial ownership itu,” kata Monica saat ditemui usai menjadi pembicara di Konferensi Pajak Internasional di Jakarta, Kamis (13/7).

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan syarat baru ini akan menjadi tantangan bagi Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk merangkul visi yang sama antara berbagai lembaga.

“Itu tuntutan yang sangat besar dan tidak mudah apabila dengan kapasitas sumber daya manusia yang sekarang ini ada. Harus di-lead bukan dari internal, ini kepentingan negara. OJK penting, BI penting, PPATK penting, dalam hal ini harus punya visi yang serasi,” kata dia.

Yustinus melanjutkan, selama ini sudah ada inisiatif dari berbagai pihak yang menuntut keterbukaan beneficial ownership, yakni OECD dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), “ Beneficial owner memang beririsan dengan pajak, tapi lebih luas. Problemnya saat ini, bila sudah diketahui beneficial owner-nya, law enforcement belum tentu bisa dilakukan. Masih ada kemungkinan saling kunci. Perbankan bisa menguncinya, dan lain-lain,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×