Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah perlu menjaga kehati-hatian fiskal pada tahun depan. Sebab Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 harus bekerja keras untuk membayar utang jatuh tempo dan suntikan modal kepada perusahaan pelat merah.
Pasalnya, selain untuk membiayai program prioritas presiden terpilih dan membayar utang jatuh tempo sekitar Rp 800 triliun, APBN juga diharuskan untuk memberikan suntikan modal kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Belum lama ini, pemerintah melalui Kementerian BUMN mengusulkan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 57,8 triliun secara kumulatif untuk periode 2024-2025.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, PMN tambahan untuk tahun 2024 ditujukan kepada 7 BUMN, serta sebesar Rp 44,2 triliun untuk 16 BUMN di tahun 2025.
Khusus untuk PMN tahun anggaran 2025, PT Hutama Karya (Persero) mendapat kucuran terbesar yakni Rp 13,86 triliun untuk melanjutkan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) fase 2 dan fase 3.
Usulan PMN pada tahun 2025 ini sebagian besar merupakan penugasan pemerintah dengan porsi 69% atau Rp 30,4 triliun, kemudian pengembangan usaha dengan porsi 27% atau Rp 11,8 triliun dan restrukturisasi dengan porsi 4% atau Rp 2 triliun.
"Walaupun ada indikasi sepertinya angka yang kita usulkan, dari Kementerian Keuangan tidak bisa memberikan secara maksimal," ujar Erick dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI, Jumat silam (7/6).
Baca Juga: Pengelolaan APBN Makin Berat, Program Ambisius Harus Dipikirkan Ulang
Sementara PMN 2024 yang diajukan berasal dari cadangan pembiayaan investasi. Ini diberikan mulai dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk pengadaan kereta melalui retrofit dan pembelian kereta baru sebesar Rp 2 triliun.
Ada juga INKA untuk peningkatan kapasitas dan kualitas produksi sebesar Rp 2 triliun. Kemudian, Hutama Karya sebesar Rp 1,6 triliun untuk pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan bahwa pemberian suntikan modal ke BUMN tersebut akan menjadi beban APBN, mengingat harus memenuhi banyak kebutuhan belanja serta pembayaran utang jatuh tempo. Dengan kondisi tersebut, membuat ruang fiskal dalam APBN 2025 semakin mengecil.
"Pasti akan membebani APBN. Oleh karena akan lebih baik jika BUMN bisa membantu meringankan pemerintah dengan memberikan dividen lebih banyak," ujar Esther kepada Kontan.co.id, Minggu (23/6).
Mengingat kebutuhan belanja yang meningkat pada tahun depan, dirinya menyarankan perusahaan plat merah untuk menyumbang lebih besar ke penerimaan negara.
"Saat ini penerimaan negara harus lebih di generate dari banyak sumber. Bukan hanya dari pajak tetapi dari non pajak," katanya.
Sementara itu, Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto mengatakan bahwa suntikan modal yang diberikan oleh pemerintah dimaksudkan untuk memperkuat posisi BUMN dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional.
Dirinya melihat, mayoritas suntikan PMN yang diberikan BUMN saat ini lebih banyak digunakan untuk mendukung aktivitas ekspansi ekonomi nasional.
"Saya rasa jumlahnya masih wajar, apalagi kebutuhan BUMN Karya untuk mendukung program infrastruktur nasional juga masih tinggi. Begitu juga dengan BUMN lain yang memang perlu PMN untuk memberikan benefit buat masyarakat di tanah air," kata Myrdal.
Untuk itu, Myrdal melihat bahwa suntikan modal kepada BUMN pada tahun depan tidak akan membebani APBN, mengingat asumsi batas atas APBN 2025 masih berada pada angka 2,82% terhadap produk Domestik Bruto (PDB).
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah juga tidak mempermasalahkan pemberian PMN kepada BUMN di tahun depan dalam APBN. Namun, suntikan modal terhadap perusahaan pelat merah tersebut harus lebih selektif.
Piter menjelaskan, karakteristik BUMN di Indonesia berbeda dengan negara lain, seperti Malaysia dan Singapura yang murni bisnis dengan tujuan untuk mendapatkan laba. Sedangkan BUMN di Indonesia menjadi alat pemerintah untuk melaksanakan program-program yang acap kali justru tidak menguntungkan, seperti BUMN karya.
"Sepanjang proyek-proyek itu berdampak positif untuk kita, menurut saya ya itulah fungsinya dari APBN," kata Piter.
Baca Juga: IMF Sarankan Pemerintahan Prabowo-Gibran Jaga Defisit di Bawah 3%
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan bahwa memang dividen BUMN mulai menunjukkan tren peningkatan seiring dengan perbaikan kinerja BUMN.
Sayangnya, dividen BUMN yang disetor ke kas negara ini masih sangat bergantung pada BUMN perbankan.
Di sisi lain, dirinya melihat, belum ada korelasi positif antara suntikan PMN dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan PMN yang diberikan lebih banyak untuk menyehatkan BUMN dibandingkan untuk ekspansi.
"Artinya memang PMN yang diberikan belum mampu menggenjot ekonomi. PMN yang diberikan memang kebanyakan untuk menyehatkan BUMN selama ini, bukan untuk ekspansi. Sehingga efeknya tidak merembet ke ekonomi, terlebih lagi ke masyarakat. Ini yang menjadi PR dari pemberian PMN BUMN," terang Huda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News