Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Dolfie Othniel Frederic Palit mempertanyakan pemerintah terkait besarnya utang jatuh tempo yang harus dibayarkan pada tahun depan.
Pasalnya, pada tahun depan pemerintah harus membayar utang jatuh tempo sebesar Rp 782 triliun. Jika dihitung, pembayaran utang pada tahun depan ini memiliki porsi 22% dari belanja negara sekitar Rp 3.500 triliun.
"Apakah ini seluruhnya diserap di APBN 2025? Atau enggak? Kalau diserapkan berarti APBN yang Rp 3.500 triliun itu untuk bayar utang saja sudah Rp 782 triliun," ujar Dolfie dalam Rapat Kerja Komisi XI, Rabu (5/6).
Baca Juga: Porsi Kepemilikan Asing di SBN Menyusut Jadi 14% Dalam 10 Tahun Terakhir
Mengutip paparan Kemenkeu, utang jatuh tempo pada tahun depan menjadi rekor yang tingi setidaknya hingga tahun 2034.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa utang jatuh tempo yang relatif besar pada tahun depan belum memasukkan potensi penambahan utang baru yang akan muncul terutama dalam beberapa tahun ke depan imbas dari rencana kebijakan pemerintahan baru.
Oleh karena itu, peningkatan utang jatuh tempo ini perlu menjadi faktor lain dari pertimbangan pemerintah ketika menyusun rancangan belanja terutama dalam tiga hingga lima tahun ke depan.
"Karena tentu dengan jatuh tempo utang yang besar ini berpotensi akan mendorong pemerintah untuk menerbitkan surat utang kembali dalam rangka membayar jatuh utang tempo tersebut," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (2/6).
Pasalnya, Yusuf bilang, pemerintah belum mampu sepenuhnya untuk mendanai utang jatuh tempo dari pembiayaan utama, baik dari pos pajak maupun pos non pajak.
Baca Juga: Starlink Beroperasi di Indonesia, Kinerja Sarana Menara (TOWR) Diramal Tetap Tumbuh
Di sisi lain, ketika pemerintahan harus menerbitkan surat utang baru, maka potensi penerbitan dengan ongkos pendanaan yang lebih tinggi masih berpeluang akan terjadi mengingat tren dari inflasi masih bisa meningkat seiring dengan harga komoditas yang sangat berfluktuasi dalam jangka pendek.
Selain itu, kata dia, dalam konteks mendanai utang jatuh tempo tersebut maka keberlanjutan reformasi perpajakan akan menjadi kunci dalam proses tersebut.
"Mengingat jatuh tempo utang akan terjadi beriringan dengan kebutuhan belanja yang juga relatif tidak kecil di pemerintahan berikutnya," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News