Reporter: Yudho Winarto |
JAKARTA. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan upaya keberatan yang diajukan Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), dan PT Astra Graphia Tbk atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Pengadilan membatalkan putusan yang menyebutkan telah terjadi persekongkolan dalam tender penerapan KTP elektronik (e-KTP).
"Mengabulkan upaya hukum keberatan oleh pemohon seluruhnya dan membatalkan putusan KPPU," kata Ketua Majelis Hakim Kasianus Telaumbanua, Kamis (7/3).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat selama pemeriksaan tidak terbukti adanya persekongkolan. Tidak ada bukti yang mendukung dan saksi yang menyatakan persekongkolan tender e-KTP. "Dari saksi yang didengarkan tidak ada saksi yang memberikan keterangan adanya persekongkolan," jelasnya.
Dugaan persekongkolan hanya bersumber dari laporan pihak yang juga ikut dalam tender tersebut. Laporan dari tim investigasi KPPU, dibuat dari laporan tanpa adanya bukti yang cukup. "Pihak yang melaporkan kasus ini tidak bisa dihadirkan oleh KPPU ke pengadilan," jelasnya.
Terkait putusan ini, kuasa hukum PNRI Jimmy Simanjuntak mengaku sangat puas. Pasalnya semua yang didalilkan pihaknya terkait dugaan adanya persekongkolan tidak terbukti. "Tidak ada alat bukti yang mendukung dan saksi yang menyatakan persekongkolan. Sangat puas dengan pertimbangan hakim," jelasnya.
Sementara itu, Manaek SM Pasaribu kuasa hukum KPPU menyatakan akan mengajukan kasasi dalam rentan 14 hari ke depan. "Kami tetap yakin bahwa telah terjadi dalam persekongkolan. Maka kami mengajukan upaya hukum," katanya.
Sebelumnya KPPU menyatakan, panitia Tender E-KTP, Konsorsium PNRI, dan PT Astra Graphia Tbk bersekongkol memenangkan pihak tertentu dalam proyek tender e-KTP. Terbukti ada pelanggaran Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Vonis ini diputus oleh lima anggota majelis komisi yaitu M. Nawir Messi, Deddy Matadisastra, Yoyo Arifardani, Sukarni dan Tresna P Suardi.
Persekongkolan pertama adalah adanya kesalahan penulisan yang sama dalam dokumen tender konsorsium PNRI dan Astra Graphia, penggunaan alat yang sama untuk iris dan fingerprint, yaitu L-1 Identity oleh PNRI dan Astra Graphia. Selain itu, adanya harga penawaran yang sama antara PNRI dan Astra Graphia. Ini disebut persekongkolan horizontal.
Sedangkan persekongkolan vertikal terjadi antara PNRI dan panitia tender. Dasar-dasar dugaannya, antara lain spesifikasi dalam rencana kerja dan syarat tender yang mengarah pada penawaran atau pengajuan konsorsium PNRI, konsorsium PNRI tidak memiliki ISO, dan penandatanganan kontrak antara PNRI dan panitia tender dilakukan ketika ada sanggah banding dari peserta yang kalah.
Atas kesalahan ini, konsorsium PNRI diharuskan membayar denda sebesar Rp20 miliar dan PT Astra Graphia Tbk denda sebesar Rp4 miliar. Sedangkan untuk panitia lelang, sanksi diserahkan sepenuhnya kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News