Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Presiden terpilih Joko Widodo menilai pemilihan kepala daerah diserahkan ke DPRD tidak masuk logika. Hal itu juga dianggap kemunduran reformasi dan birokrasi.
"Sekarang Pilpres sistemnya apa? Presidensial, dipilih rakyat. Masa di kota, kabupaten malah sistem parlementer. Logikanya di mana?" ujar Jokowi di Balaikota, Jakarta, Selasa (9/9).
Jokowi juga menganggap alasan-alasan yang mendasari kemunculan wacana tersebut tidak masuk akal. Jika ada kekurangan dalam sistem pemilihan kepala daerah, misalnya praktik politik uang dan mahalnya biaya Pemilukada, menurut Jokowi harus ada perbaikan.
"Kalau ada kurang-kurang ya diperbaiki, lalu dievaluasi, bukan lalu sehari dua hari diubah jadi mundur," lanjut Jokowi.
Jokowi memantau terus dinamika parlemen soal perkembangan wacana tersebut. Namun demikian, Jokowi tidak akan mengantisipasi manuver politik Koalisi Merah Putih tersebut. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada anggota parlemen.
Sebelumnya, Koalisi Merah Putih mendukung mekanisme pemilihan kepala daerah. Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Pesatuan Pembangunan dan Partai Keadilan Sejahtera disebut ingin kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Ada tiga opsi mekanisme pemilihan kepala daerah yang dibahas dalam Panja RUU Pilkada. Pertama, pasangan gubernur, wali kota, dan bupati dilipih langsung. Pendukung opsi ini adalah PDIP, PKS, HANURA, PKB dan Pemerintah.
Kedua, pasangan gubernur, wali kota, dan bupati dipilih DPRD. Pendukung opsi ini adalah Demokrat, Golkar, PAN, PPP, PKS dan Gerindra.
Ketiga, gubernur dipilih langsung, tetapi bupati dan wali kota dipilih DPRD. Pendukung opsi ini adalah DPD.
"Fraksi akan terlebih dahulu mendiskusikan opsi-opsi itu secara musyawarah dan mufakat. Namun, jika tak didapatkan keputusan, maka akan dilakukan voting," ujar Anggota Panja RUU Pilkada Abdul Malik Haramain. (Fabian Januarius Kuwado)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News