Reporter: Asep Munazat Zatnika, Lamgiat Siringoringo | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah terpaksa mencari cara lain untuk mengejar target penerimaan bea cukai tahun 2014 mendatang. Hal ini dilakukan setelah pemerintah takluk pada keunginan pengusaha tembakau yang tidak menginginkan kenaikan tarif cukai rokok tahun depan. Artinya pada tahun 2014, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) tidak akan menaikan tarif cukai.
Padahal DJBC sempat menyatakan akan menaikan tarif cukai rata-rata 5% tahun depan. Apalalagi dalam postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014, yang telah disepakati antara pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI, target pendapatan negara dari cukai sebesar Rp 116,3 triliun, lebih tinggi dari tahun 2013 Rp 104,7 triliun
Namun Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai DJBC Susiwijono Maegiarso menolak mengatakan pihaknya tunduk pada kemauan pengusaha. Alasan tidak jadinya kenaikan cukai tahun depan sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang sudah diatur mengenai pengenaan tarif cukai tahun 2014 dengan skema tanpa kenaikan.
Padahal kenaikan tarif cukai rokok dibutuhkan mengingat kenaikan volume produksi rokok tahun depan tidak seberapa besarnya. Bila tahun 2013 ini produksi rokok bisa mencapai 343 miliar batang, tahun depan jumlahnya hanya naik sebesar 2 miliar batang saja menjadi 345 miliar batang. Sebagai catatan saja penerimaan negara dari bea dan cukai berasal dari cukai hasil tembakau mencapai 95%.
Karena tak jadi menaikan tarif cukai, DJBC mengaku tenga sedang mencari sumber penerimaan cukai tambahan. Susiwijono pun tetap optimis penerimaan cukai tahun depan tetap dapat tercapai dengan diterapkannya strategi khusus di operasional lapangan. "Untuk optimalisasi penerimaan, kami akan memperbaiki sistem operasional di lapangan," ujar Susiwijono di Jakarta, akhir pekan lalu.
Namun Susiwijono enggan menjelaskan secara spesifik kebijakan yang akan dilakukan pemerintah. Sebelumnya Susiwijono sempat bilang kalau pihaknya akan merubah sistem pelunasan cukai Minuman Mengandung Ethyl Alkohol (MMEA). Dari mekanisme pembayaran ke penggunaan pita cukai. Selama ini pelunasan cukai dilakukan berdasarkan hasil produksi yang dilakukan oleh produsen MMEA itu sendiri.
Langkah lainnya yang bakal dilakukan adalah perubahan sistem tarif. Sebelumnya menggunakan tarif spesifik atau tarif berdasarkan jumlah produksi (liter) menjadi tarif advolarum atau berdasarkan harga jual. Hal ini dilakukan supaya terjadi keadilan dalam penerapan tarif, sehingga produsen yang menjual MMEA dengan harga lebih tinggi akan tetap dikenakan cukai sesuai harganya.
Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan, Ronny Bako bilang bea dan cukai memang sulit mendongkrak lagi penerimaan dari sektor cukai. Meski demikian, menurutnya aturan cukai ini dibuat bukan untuk penerimaan negara, tetapi untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan barang-barang kena cukai di masyarakat seperti rokok dan MMEA.
"Dilihat dari segi kesehatan kan produk itu merugikan, makanya harus dibuat aturan peredarannya dengan cukai," ujarnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News