Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan tarif rokok, jalan tol, serta iuran BPJS Kesehatan diprediksi akan melemahkan konsumsi rumah tangga di tahun 2020.
Direktur Eksekutif Center of Reforms on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan, berbagai kebijakan terkait kenaikan tarif ini akan memengaruhi daya beli masyarakat, baik yang berpendapatan bawah maupun kelas menengah.
"Kebijakan terkait kenaikan cukai rokok, pemotongan subsidi solar, dan LPG 3kg akan memengaruhi daya beli masyarakat berpendapatan bawah," ujarnya kepada Kontan, Kamis (02/01).
Baca Juga: Berbagai tarif naik tahun ini, Kemenkeu siapkan segambreng instrumen fiskal
Sementara itu, menurutnya kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan memengaruhi daya beli masyarakat kelas menengah yang tidak masuk dalam kategori penerima bantuan iuran (PBI). Jika dilihat secara keseluruhan, maka kebijakan tersebut akan berpotensi memperlemah tingkat konsumsi rumah tangga di tahun 2020.
Ia menambahkan, sebagai langkah antisipasi seharusnya pemerintah perlu melakukan pertimbangan ulang sebelum memberlakukan berbagai kebijakan tersebut. Setidaknya, jika kebijakan ini akan tetap dilaksanakan sebaiknya tidak dalam waktu yang bersamaan.
Terkait penyaluran bantuan sosial (bansos), Faisal mengatakan saat ini penyalurannya sudah cukup bagus. Hanya perlu terus diperbaiki sistem pendataan, monitoring, dan juga melakukan evaluasi secara terus menerus karena kondisi di lapangan cepat berubah.
Baca Juga: Harga rokok naik 35%, saham-saham emiten rokok ikut melompat
"Hanya saja kalau bicara daya beli, prioritasnya jangan mengandalkan bansos. Tapi peningkatan income masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan banyak," tambah Faisal.
Di sisi lain, Faisal menganggap penerapan kebijakan fiskal yang ekspansif dan lebih longgar sangat dibutuhkan, terutama pada kondisi seperti saat ini. Salah satu caranya adalah menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk menjaga daya beli masyarakat menengah ke atas.
Jika menilik dari sisi belanja negara, menurutnya kenaikan harga tersebut akan membantu penerimaan pemerintah, tetapi dampak terhadap konsumsi masyarakatnya justru negatif.
Untuk dampak jangka panjang, ia menilai pertumbuhan harga secara umum akan menekan daya beli konsumen. Apalagi jika tingkat inflasi lebih tinggi daripada pendapatan masyarakat.
Baca Juga: Harga rokok naik 35% per 1 Januari 2020, ini rincian lengkapnya
"Kalau pertumbuhan harga yang diatur pemerintah serta tingkat inflasi secara keseluruhan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pendapatan masyarakat, maka dalam jangka panjang daya konsumsi masyarakat akan tertekan," kata Faisal.
Mulai 1 Januari 2020, pemerintah menaikkan sejumlah tarif, seperti tarif rokok dan iuran BPJS kesehatan. Tarif cukai rokok naik menjadi 23% dengan harga jual eceran (HJE) 35%.
Baca Juga: Prediksi inflasi sejumlah ekonom pada Desember 2019
Bila dijabarkan kenaikan berlaku untuk cukai Sigaret Kretek Mesin (SKM) sebesar 23,29%, Sigaret Putih Mesin (SPM) naik 29,95%, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan naik 12,84%. Sementara itu, tarif iuran BPJS kesehatan mengalami kenaikan hingga 100% untuk kelas I dan II.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News