Reporter: Dendi Siswanto, Shifa Nur Fadila | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Surplus neraca perdagangan Indonesia diprediksi terus berlanjut dengan kinerja ekspor yang berpotensi meningkat, meski impor juga menunjukkan kenaikan.
Beberapa ekonom yang dihubungi KONTAN memperkirakan surplus neraca perdagangan pada September 2024 berkisar antara US$ 2,5 miliar hingga US$ 3,13 miliar. Sebagai perbandingan, surplus pada bulan Agustus tercatat sebesar US$ 2,89 miliar.
Myrdal Gunarto, Ekonom Maybank Indonesia, memproyeksikan surplus sebesar US$ 2,55 miliar pada bulan September.
Baca Juga: Neraca Perdagangan Indonesia Diperkirakan Surplus US$2,5 Miliar di September 2024
Ia memperkirakan ekspor tumbuh 8,35% secara tahunan (year on year/yoy), didukung oleh peningkatan permintaan musim panas serta kenaikan harga komoditas, terutama minyak sawit mentah (CPO).
"Permintaan produk manufaktur kita juga meningkat ke negara tujuan ekspor seiring angka PMI (Purchasing Manager's Index) Manufaktur kita yang mulai bergerak mendekati 50," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (13/10).
Sebagai informasi, PMI Manufaktur Indonesia pada September berada di angka 49,2, meningkat dari 48,9 pada bulan sebelumnya. Meski demikian, sektor manufaktur Indonesia masih berada dalam fase kontraksi selama tiga bulan berturut-turut.
Baca Juga: Surplus Neraca Dagang Berlanjut pada Agustus 2024, Ini Pendorongnya
Hosianna Evalia Situmorong, Ekonom Bank Danamon, memperkirakan kinerja ekspor Indonesia tumbuh 8,2% yoy pada September, didorong oleh kenaikan harga CPO dan batubara.
Di sisi lain, impor juga mengalami peningkatan sebesar 12,5% yoy, seiring dengan aktivitas domestik yang pulih dan persiapan produsen menghadapi kebutuhan akhir tahun. Berdasarkan hal ini, Hosianna memproyeksikan surplus neraca perdagangan sebesar US$ 2,80 miliar.
Kepala Ekonom BCA, David Sumual, memperkirakan surplus mencapai US$ 3,13 miliar, lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Menurutnya, kinerja ekspor tumbuh 10,75% yoy, didorong oleh perbaikan harga CPO, meski secara bulanan ekspor diperkirakan turun 2,49% month to month (mtm).
"Secara yoy, harga-harga komoditas utama melambat seperti batubara dan minyak, namun CPO mengalami sedikit akselerasi," jelasnya.
David juga memperkirakan impor naik 14,42% yoy, meskipun terjadi kontraksi sebesar 3,98% mtm. "Impor meningkat cukup signifikan untuk bahan baku karena importir memanfaatkan kurs rupiah yang murah," tambahnya.
Baca Juga: Surplus Neraca Dagang Berlanjut, BI: Positif untuk Ekonomi Indonesia
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, memproyeksikan surplus neraca perdagangan September berada di kisaran US$ 2,5 miliar hingga US$ 2,6 miliar.
Menurut Bhima, surplus masih didukung oleh kenaikan ekspor yang dipicu harga komoditas, meski terbatas pada minyak sawit mentah. Namun, ia mencatat penurunan impor, khususnya impor nonmigas untuk bahan baku, seiring dengan PMI Manufaktur yang masih di bawah angka ekspansi.
"Harus dicermati karena impor bahan baku turun, padahal kebutuhan industri banyak dipasok dari bahan baku impor," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News