Sumber: TribunNews.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Awal tahun ini rakyat dikejutkan oleh dua fenomena yang bisa diibaratkan sebagai madu dan racun.
Diresmikan bersamaan pada 1 Januari 2014, Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) bagaikan madu yang bias membantu dari segi kesehatan masyarakat, Namun kenaikan harga elpiji (LPG) yang mencapai 70 persen untuk tabung 12 kg meracuni anggaran rumah tangga masyarakat.
Ditemui di Surabaya, pakar anti korupsi, Dr. Ulul Albab menanggapi adanya indikasi perpecahan antar- koalisi berkenaan dengan isu tersebut. "Kita lihat saja, akan ada anggota koalisi yang di masa-masa seperti ini yang ingin keluar dengan ikut arus public," ujarnya
Dia menerangkan bahwa memasuki tahun politik, isu seperti ini biasa dimainkan agar ada sosok yang ditampilkan sebagai pahlawan.
"Ini permainan politik murahan," ujar sosok yang sudah berpengalaman menelaah permainan politik ini.
Lebih lanjut dia menjelaskan bagaimana strategi permainan murahan ini. Dalam kasus seperti ini akan ada anggota koalisi yang memancing agar ada tokoh tertentu yang dikeluarkan dari koalisi.
"Dengan demikian maka yang bersangkutan akan lepas dari dosa-dosa pemerintahan pada kabinet Indonesia bersatu jilid dua," tegasnya.
Meskipun di satu sisi BPJS memberi dampak positif untuk masyarakat. Hanya saja dalam permainan seperti ini, Tokoh Surabaya ini menyayangkan imbas lain dari politik madu dan racun yang menimpa masyarakat.
"Sayang sekali jika harga Elpiji harus naik di tengah melemahnya rupiah. Ini pukulan telak bagi masyarakat," ujarnya
Meskipun rakyat yang selalu menjadi korban, namun mantan Rektor Unitomo berpendapat bahwa rakyat sudah tidak dapat dibodoh-bodohi lagi. Untuk itulah dia mengajak masyarakat untuk menyaksikan plot-plot yang akan terjadi berikutnya.
"Mari kita saksikan bersama-sama. Mungkin sebentar lagi kita akan melihat isu koalisi retak," ujarnya. (Bahri Kurniawan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News