Reporter: Herlina KD, Edy Can, Dea Chadiza Syafina, | Editor: Edy Can
JAKARTA. Harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi batal naik per 1 April mendatang. Namun, ini bukan berarti pemerintah tak bisa menaikkan harga BBM bersubsidi.
Sidang paripurna DPR akhirnya memutuskan pemerintah bisa menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bila harga rata-rata minyak mentah Indonesia dalam enam bulan melampaui 15% dari asumsi makro. Keputusan ini diperoleh setelah melalui pemungutan suara.
Dalam pemungutan suara itu, DPR memilih dua opsi. Opsi pertama, pemerintah tak bisa menaikkan harga jual eceran BBM subsidi. Ini artinya anggota DPR tetap mempertahankan pasal 7 ayat 6 Undang-Undang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012.
Sedangkan opsi kedua, anggota DPR memilih penambahan pasal 7 ayat 6A. Pasal ini menyatakan, pemerintah bisa menaikkan harga jual eceran BBM bila harga rata-rata minyak mentah Indonesia dalam enam bulan melampaui 15% dari asumsi makro.
Hasilnya, sebanyak 356 anggota DPR menyetujui penambahan pasal 7 ayat 6A dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2012. Pasal 7 ayat 6A ini menyatakan, pemerintah bisa menaikkan harga BBM bila harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) selama enam bulan naik 15% dari asumsi makro sebesar US$ 105 per barel. Ini artinya, pemerintah menaikkan harga BBM subsidi jika sewaktu-waktu harga minyak menjulang.
Fraksi yang mendukung opsi ini adalah fraksi Partai Demokrat, Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Jumlah pendukung opsi ini sebanyak 356 orang.
Sedangkan, opsi yang menolak pasal 7 ayat 6A adalah fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerakan Indonesia Rakyat (Gerindra). Fraksi Gerindra yang semula mengancam walk out ternyata tetap berada di ruang sidang paripurna. Jumlah pendukung opsi ini sebanyak 82 orang.
Sidang pemungutan suara ini diwarnai aksi walk out oleh fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Fraksi Hanura tersebut menyatakan tidak ikut dalam pemungutan suara untuk menentukan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Sementara fraksi PDIP menilai, rapat paripurna tersebut tidak lagi mempunyai legitimasi memutuskan usulan kenaikan harga BBM. Fraksi berlambang banteng bemuk ini menilai rapat paripurna tersebut tidak sah dan melanggar tata tertib DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News