kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.977   -130,64   -1,84%
  • KOMPAS100 1.042   -22,22   -2,09%
  • LQ45 818   -15,50   -1,86%
  • ISSI 213   -3,84   -1,77%
  • IDX30 417   -9,14   -2,14%
  • IDXHIDIV20 504   -9,85   -1,92%
  • IDX80 119   -2,45   -2,02%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,59   -1,83%

Kenaikan Cukai Rokok di Tahun Depan Bagaikan Buah Simalakama Bagi Pemerintah


Sabtu, 11 November 2023 / 04:35 WIB
Kenaikan Cukai Rokok di Tahun Depan Bagaikan Buah Simalakama Bagi Pemerintah
ILUSTRASI. Pemerintah akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10% pada 2023 dan 2024.ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/YU


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10% pada 2023 dan 2024.

Namun, kebijakan ini tampaknya bagai buah simalakama bagi pemerintah. Di satu sisi, kenaikan cukai rokok diharapkan bisa menurunkan prevalensi perokok anak. Di sisi lain, kebijakan ini bisa menjadi pukulan bagi industri tembaku di dalam negeri.

Sementara, berdasarkan data APBN Kita, kenaikan tarif cukai rokok tampaknya belum mampu mendongkrak setoran ke kas negara. Pasalnya, penerimaan cukai rokok hingga akhir September 2023 mengalami penurunan 5,37% YoY menjadi Rp 144,84 triliun.

Penurunan ini disebabkan oleh rendahnya pemesanan pita cukai. Selain itu, penuruna ini juga disebabkan oleh penurunan produksi sampai dengan Juli 2023 yang masih turun 3,6% YoY dan tarif rata-rata tertimbang yang hanya naik 1,0% YoY. Kenaikan ini lebih rendah dari kenaikan tarif normatif sebesar 10%.

Baca Juga: Petani Tembakau Tolak Aturan Produk Tembakau di RPP Kesehatan, Ini Alasannya

"Berdasarkan pembahasan kebijakan tarif CHT 2024, dengan rata-rata tertimbang kenaikan tarif CHT sebesar 10%, produksi sigaret di tahun 2023 diproyeksikan tetap menurun," tulis pemerintah dalam dokumen APBN Kita.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, kenaikan cukai rokok tersebut akan berdampak kepada inflasi dan penurunan produksi rokok. Ujungnya, akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri rokok lantaran produksi akan terhambat.

"Bagi petani tembakau, pekerja di sektor tembakau, pasti mengalami dampak negatif," ujar Huda kepada Kontan.co.id, Jumat (10/11).

Kendati begitu, ia melihat kenaikan tarif cukai rokok ini bisa memberikan dampak positif terhadap anggaran kesehatan yang menurun.

"Jika dihitung dengan opportunity benefit dari kenaikan cukak rokok ini, saya rasa masih bisa berdampak positif terhadap ekonomi dan mendatangkan benefit bagi sosial, seperti biaya kesehatan turun," katanya.

Sementara itu, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyebut, rencana kenaikan cukai rokok di tahun depan telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan petani tembakau, yang jumlahnya mencapai kurang lebih 6 juta orang.

Kebijakan ini dipandang sebagai pukulan yang akan menurunkan harga jual tembakau serta menimbulkan dampak ekonomi yang signifikan bagi mereka.

"Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal sering kali memiliki dampak yang tidak merata, memberatkan sebagian kelompok, sementara memberi keuntungan pada yang lain," katanya.

Kemudian, Achmad menjelaskan, inflasi pada kuartal III-2023, khususnya yang disebabkan oleh rokok kretek filter, telah teridentifikasi sebagai salah satu akibat langsung dari kebijakan cukai ini. Ini menimbulkan implikasi lebih lanjut bagi masyarakat berpenghasilan rendah, di mana rokok sering kali merupakan bagian dari pengeluaran rutin.

"Kenaikan harga rokok berpotensi mengganggu kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar lainnya, termasuk makanan bergizi, dengan konsekuensi serius pada kualitas gizi mereka," terang Achmad.

Ia melihat, kebijakan kenaikan cukai rokok pada 2024 mendatang tampaknya mengabaikan keberadaan jutaan petani tembakau dan masyarakat kecil perokok.

Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah kurang bijak dalam mengatur kebijakan tersebut. Padahal, pemerintah juga harus mempertimbangkan keberlangsungan hidup jutaan warga yang kehidupannya terkait erat dengan industri tembakau.

Baca Juga: Berkat Efisiensi, Gudang Garam Mencetak Kenaikan Laba Bersih

Hal senada juga disampaikan oleh Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita. Ia mengatakan, kenaikan cukai rokok sebesar 10% pada 2024 bisa berpotensi mengerek inflasi yang berimbas kepada tekanan daya beli masyarakat.

Hal ini dikarekakan, rokok termasuk salah satu komoditas yang menekan daya beli masyarakat atas komoditas pokok.

"Ketika harga rokok naik dan konsumen rokok tetap tidak berhenti merekok dan pendapatannya tidak naik, maka daya beli pendapatannya untuk mengonsumsi komoditas pokok berkurang," kata Ronny.

Namun secara fiskal, Ronny melihat, kenaikan cukai rokok bisa berimbas positif terhadap Anggaran Pendaopatan dan Belanja Negara (APBN) lantaran pemasukan negara dari cukai rokok tentu akan ikut naik.

"Soal angka ideal cukai rokok, saya kira untuk situasi ekonomi riil saat ini, sebaiknya status cukai rokok sebaiknya status quo dulu sampai 2025," ujarnya.

"Biar masyarakat bisa bernafas dulu sampai Pilpres selesai dan tanda-tanda tekanan ekonomi mulai bekurang muncul," imbuh Ronny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×