kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

KEN: Pemerintah gagal menciptakan pekerjaan


Senin, 17 Desember 2012 / 07:08 WIB
KEN: Pemerintah gagal menciptakan pekerjaan
ILUSTRASI. Alat pel model spray mop. Foto: dok. Kleaner Indonesia


Reporter: Agus Triyono | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Komite Ekonomi Nasional (KEN) menyebutkan, tingkat penyerapan tenaga kerja tahun ini sangat rendah. Sampai November ini, setiap 1% pertumbuhan ekonomi hanya bisa menciptakan 180.000 pekerjaan baru. Padahal, semula pemerintah menargetkan 450.000 tenaga kerja tiap pertumbuhan 1%.

Kesimpulan ini diungkapkan anggota KEN, Ninasapti Triaswati, akhir pekan lalu. KEN menggunakan data dari BPS dan membandingkan dengan pertumbuhan ekonomi per September 2012 yang sebesar 6,17%.


Pencapaian pemerintah ini tentu lebih buruk ketimbang tiga tahun sebelumnya. Sebab pada 2010, dengan angka pertumbuhan ekonomi 6,1%, penciptaan lapangan kerja mencapai 500.000 orang. Sementara, pada 2011, dengan pertumbuhan 6,5%, tingkat penyerapan tenaga kerja mencapai 225.000 orang.

Hasil kajian oleh tim yang dibentuk presiden tahun 2010 ini tentu menunjukkan pertumbuhan tinggi tak banyak manfaatnya. "Pertumbuhan ekonom Indonesia yang tertinggi di ASEAN sebenarnya membanggakan. Namun, kami tidak bisa gembira karena tiap satu persen pertumbuhan ekonomi ternyata hanya mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang kecil," kata Nina.


Tidak hanya tahun ini, Nina melihat, selama kurun waktu 12 tahun terakhir, pertumbuhan jumlah angkatan kerja lebih cepat, sementara  kesempatan kerja tumbuh lambat.

Sebagai gambaran, hasil Survei BPS yang dikeluarkan awal November lalu menunjukkan, sampai Agustus 2012, angka pengangguran di Indonesia mencapai 6,14% atau 7,24 juta orang, dari sekitar 118,04 juta angkatan kerja. Adapun jumlah pekerja sebagian besar berada di sektor usaha informal. (Lihat tabel).

Hasil kajian KEN ini tak beda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Institute for Development of Economic and Finance (Indef). Indef menilai, industri yang tumbuh adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, yang tumbuh 10,29%, disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran (8,04%), sektor konstruksi (7,48%), dan sektor keuangan, real estat, serta jasa perusahaan (6,92%).


Sedangkan sektor usaha yang tergolong sebagai tradeable seperti pertambangan dan penggalian cuma tumbuh 1,94%. Lalu, sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja, yakni pertanian, hanya tumbuh 4,27%, dan industri pengolahan tumbuh 5,81%. Padahal, jika sektor tradable bisa meningkat lagi, artinya penyerapan tenaga kerja bisa lebih tinggi.
Berbeda metode

Meskipun begitu, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Armida Alisjahbana menyebut, ada perbedaan metode penghitungan sehingga penyerapan tenaga kerja terlihat kecil. Dalam hitungan Bappenas, tahun ini, tiap 1% pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan 350.000 tenaga kerja.

Nah, agar elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja makin meningkat, kini pemerintah telah menyiapkan proyek-proyek infrastruktur yang bakal banyak menyedot tenaga kerja. Tapi, lagi-lagi proyek ini hanya mengandalkan swasta, sebab anggaran belanja infrastruktur pemerintah tahun depan cuma Rp 200 triliunan.

Dengan dana sebesar itu, metode apapun tak akan banyak menciptakan lapangan kerja, apalagi dengan target sampai sejuta orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×