Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Data pangan Kementerian Pertanian (Kemtan) diragukan oleh beberapa pengamat pertanian dan perekonomian. Bahkan, Ekonom Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri kerap melontarkan kritik tajam soal data Kemtan di beberapa forum.
Kemtan kerap mengklaim peningkatan produksi pertanian sebagai indikator keberahasilan. "Nyatanya harga pangan di Indonesia masih tinggi. Logika ekonomi, kalau produksi meningkat, harga otomatis akan turun," ungkap Faisal, Jumat (17/3).
Di samping itu, indeks nilai tukar kesejahteraan petani menunjukkan kecenderungan menurun. Ia meragukan validitas dan tingkat akurasi data Kemtan, terutama data produksi dan luas lahan. Pasalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri belum berani merilis data produksi pangan 2016.
"Perlu ada reformasi data. Tidak hanya di Kementerian Pertanian, tetapi di seluruh lembaga pemerintah, agar program dan anggarannya relay sasaran," tuturnya.
Tak hanya Faisal Basri yang gerah soal data Kemtan. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati juga mengungkapkan perlu ada pembenahan data. "Membenahi data sebenarnya mudah, kuncinya satu, kejujuran," tuturnya.
Ia mengungkapkan jika semua data pada dasarnya bersifat natural, tinggal bagaimana menginterpretasikan sesuai dengan kepentingan masing-masing. "Yang jadi persoalan saat ini, tiap Kementerian, bahkan dinas pertanian daerah punya KPI (Key Performance Indicator) masing-masing," kata Enny.
Karena KPI di tiap Kementerian dan dinas pertanian daerah, maka tujuan akhirnya tidak seragam. Enny berpendapat jika KPI wajib diperbaiki dan berlakunya serentak. Soal data, Pemerintah bisa percayakan pada satu saluran, misal BPS.
Yang jadi pekerjaan rumah bersama untuk memperbaiki data, bukan hanya soal metodologi. "Lebih kepada bagaimana menjamin kualitas pengambilan datanya, kualitas surveyor ya. Kalau datanya sampah, bagaimana representasinya?" ujar Enny.
Ia menambahkan, hal krusial yang perlu ditanyakan pada tiap lembaga pemerintah, khususnya Kemtan adalah apakah semua pihak mau sungguh-sungguh menyajikan data yang benar. "Kuncinya adalah kejujuran. Mulai dari dinas pertanian daerah sampai ke Kementerian, apakah mau benar-benar jujur menginformasikan data?" pungkasnya.
Ketua Bidang Data Non Komoditas, Pusat Data Internal (Pusdatin) Kemtan, Dewa Cakrabawa mengungkapkan jika pihaknya punya keresahan yang sama soal data. Pusdatin telah mengupayakan kerjasama dengan beberapa pihak untuk memperbaiki metodologi statistik.
"Kami kerjasama dengan BPS untuk mengumpulkan data produktivitas. Sedangkan mantri tani kami mengukur luas lahan baku dan data produksi," ungkap Dewa.
Ia mengutarakan, saat ini Pusdatin juga telah menggunakan citra satelit lenset 8 untuk memonitor pertumbuhan fegetatif 1 dan 2. Data pertumbuhan tersebut beguna untuk memprediksikan produksi.
"Data yang kami peroleh dari dinas setempat akurasinya sekitar 80% jika dibandingkan data satelit tersebut," kata Dewa. Sayangnya, pihak Pusdatin belum membandingkan secara rinci data hasil dinas pertanian setempat dan data dari satelit sebagai evaluasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News