kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.272   -75,00   -0,46%
  • IDX 7.075   90,98   1,30%
  • KOMPAS100 1.056   15,77   1,52%
  • LQ45 830   13,19   1,61%
  • ISSI 214   1,82   0,85%
  • IDX30 423   7,16   1,72%
  • IDXHIDIV20 510   7,87   1,57%
  • IDX80 120   1,81   1,52%
  • IDXV30 125   0,53   0,43%
  • IDXQ30 141   1,98   1,42%

Kemnaker Izinkan Industri Padat Karya Berorientasi Ekspor Pangkas Upah, Ini Alasannya


Kamis, 16 Maret 2023 / 18:04 WIB
Kemnaker Izinkan Industri Padat Karya Berorientasi Ekspor Pangkas Upah, Ini Alasannya
ILUSTRASI. Industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Aturan itu diterbitkan pada 8 Maret 2023.

Salah satu isi aturan tersebut adalah perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh. Jadi, upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh bisa paling sedikit 75% dari upah yang biasa diterima.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri menjelaskan, Permenaker itu bertujuan untuk memberikan pelindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja pekerja/buruh. Serta menjaga kelangsungan usaha perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor dari dampak perubahan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan pasar.

Indah mengatakan, perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang dimaksud Permenaker memiliki kriteria. Antara lain, pekerja/buruh paling sedikit 200 orang; persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15%; dan produksi bergantung pada permintaan pesanan dari negara Amerika Serikat dan negara di benua Eropa yang dibuktikan dengan surat permintaan pesanan.

Baca Juga: Pengusaha Dukung Permenaker yang Bolehkan Industri Padat Karya Pangkas Upah

Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor meliputi industri tekstil dan pakaian jadi; industri alas kaki; industri kulit dan barang kulit; industri furnitur; dan industri mainan anak.

Nantinya, pengawasan terhadap penerapan ketentuan dalam Permenaker dilaksanakan oleh pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Permenaker dilakukan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan.

Selain itu, perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75% dari upah yang biasa diterima.

Penyesuaian dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Penyesuaian upah sebagaimana dimaksud berlaku selama 6 bulan terhitung sejak Permenaker mulai berlaku.

“Ketentuan mengenai batas upah yang dibayarkan paling sedikit 75% dimaksudkan agar dalam kesepakatan penyesuaian upah tersebut pekerja tidak dibayar sangat rendah. Sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Ini justru untuk memberikan perlindungan kepada pekerja dan juga untuk menjaga daya beli dari upah tersebut,” ujar Indah saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (16/3).

Sementara itu, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar mengatakan, adanya Permenaker nomor 5 tahun 2023 akan menyebabkan upah pekerja di sektor padat karya Industri berorientasi ekspor dibayar di bawah ketentuan upah minimum yang berlaku.

Kalaupun dalam Permenaker mensyaratkan adanya persepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, maka tetap tidak boleh pengusaha membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. Perjanjian atau kesepakatan yang melanggar isi UU harus batal demi hukum.

Selain itu, lanjut Timboel, isi Permenaker 5/2023 sangat rawan dimanfaatkan perusahaan lain yang tidak sesuai ketentuan, mengingat peran dan tugas Pengawas Ketenagakerjaan sangat lemah selama ini.

Dia meyakini Pengawas Ketenagakerjaan tidak akan mampu mengidentifikasi perusahaan yang terdampak perubahan ekonomi global atau tidak.

Menurut Timboel, bila pemerintah mau peduli bagi perusahaan padat karya yang beroroientasi ekspor yang terdampak pada ekonomi global, maka seharusnya pemerintah memberikan insentif bagi perusahaan terdampak tersebut.

Sehingga bisa menurunkan beban biaya perusahaan seperti pemberian insentif pajak (penurunan nilai pajak badan, pajak ekspor, pajak penghasilan). Serta bantuan lainnya yang memang bisa mendukung kegiatan operasional perusahaan seperti penjadwalan ulang pembayaran utang dan lainnya.

“Bukan malah menurunkan upah pekerja yang akan mempersulit pekerja/buruh mencapai penghidupan yang layak,” ujar Timboel.

Timboel mendorong Menteri Ketenagakerjaan mencabut Permenaker 5/2023 karena akan menimbulkan permasalahan bagi kehidupan pekerja/buruh. Permenaker tersebut sudah melanggar ketentuan di UU Nomor 13 Tahun 2003, UU Cipta Kerja dan UU No. 21 Tahun 2000.

“Pemerintah harus memberikan insentif pajak dan bantuan lainnya kepada perusahaan padat karya berorientasi ekspor yang memang terdampak kondisi global,” imbuh Timboel.

Baca Juga: Industri Padat Karya Orientasi Ekspor Boleh Diskon Upah, Buruh Ancam Turun ke Jalan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×