kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.934.000   -11.000   -0,57%
  • USD/IDR 16.341   27,00   0,17%
  • IDX 7.544   12,60   0,17%
  • KOMPAS100 1.047   -4,04   -0,38%
  • LQ45 795   -5,29   -0,66%
  • ISSI 252   0,56   0,22%
  • IDX30 411   -3,03   -0,73%
  • IDXHIDIV20 472   -7,09   -1,48%
  • IDX80 118   -0,54   -0,46%
  • IDXV30 121   -0,69   -0,57%
  • IDXQ30 131   -1,32   -1,00%

Kemiskinan di Kota Naik, Tanda Rapuhnya Ketahanan Ekonomi Urban


Jumat, 25 Juli 2025 / 15:36 WIB
Kemiskinan di Kota Naik, Tanda Rapuhnya Ketahanan Ekonomi Urban
ILUSTRASI. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis) Data BPS menunjukkan penduduk miskin di perkotaan naik dari 6,66% menjadi 6,73%, sementara di perdesaan turun dari 11,34% menjadi 11,03%.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang, atau turun sekitar 200.000 orang dibandingkan dengan September 2024 yang mencapai 24,06 juta orang.

Meski angka nasional menurun, kemiskinan di perkotaan justru meningkat. Penduduk miskin di kota naik 0,22 juta orang menjadi 11,64 juta orang. Sebaliknya, di pedesaan turun 0,43 juta orang menjadi 12,58 juta orang.

Persentase penduduk miskin di perkotaan naik dari 6,66% menjadi 6,73%, sementara di perdesaan turun dari 11,34% menjadi 11,03%.

Kepala Pusat Makroekonomi INDEF, Rizal Taufiqurrahman, menilai lonjakan kemiskinan urban ini mencerminkan rapuhnya ketahanan ekonomi rumah tangga di kota, terutama saat menghadapi tekanan harga pangan dan stagnasi lapangan kerja.

Baca Juga: Awas! Dana Desa Bisa Tersedot Untuk Bayar Utang Koperasi Merah Putih

“Kota bukan lagi pusat peluang, melainkan titik rawan bila tidak didampingi agenda pemulihan ekonomi sektoral yang responsif,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (25/7).

Ia menggarisbawahi bahwa garis kemiskinan kota yang mencapai Rp 629.561 per kapita per bulan, atau naik 2,24% dari September 2024, menjadi tantangan tersendiri. Beban hidup masyarakat urban mencakup tekanan harga pangan, transportasi, dan perumahan yang terus membengkak, sementara mobilitas ekonomi semakin terbatas.

“Ini bukan sekadar soal pendapatan, tapi soal akses terhadap layanan dasar dan stabilitas sosial yang makin tergerus,” katanya.

Rizal menekankan, solusi atas kemiskinan urban tidak bisa bergantung pada bantuan tunai sesaat. Pemerintah, menurut dia, perlu melakukan intervensi jangka pendek hingga panjang.

“Perlindungan sosial berbasis data spasial harus diperkuat dalam jangka pendek, sementara jangka menengah-panjang harus fokus pada ketenagakerjaan produktif, legalisasi sektor informal, dan insentif untuk UMKM kota,” jelas Rizal.

Jika tidak ada guncangan harga lebih lanjut dan program pengendalian pangan serta perluasan lapangan kerja kota berjalan adaptif, Rizal optimistis tekanan kemiskinan urban bisa dikendalikan. Namun, risiko tetap ada. Urbanisasi yang tinggi tanpa penciptaan kerja formal dan layanan dasar memadai akan memperluas kelompok miskin kota.

“Tanpa desain kebijakan terintegrasi, angka kemiskinan urban akan sulit diturunkan secara berkelanjutan,” tandasnya.

Faktor Penyebab Kemiskinan Kota Meningkat

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, mengungkapkan tiga faktor utama yang menyebabkan naiknya angka kemiskinan di perkotaan:

pertama, peningkatan setengah pengangguran. Pada Februari 2025, jumlah masyarakat yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu dan masih mencari pekerjaan meningkat 0,46 juta orang dibandingkan Agustus 2024.

kedua, kenaikan harga pangan. Sejumlah komoditas penting seperti minyak goreng, cabai rawit, dan bawang putih mengalami lonjakan harga, menekan daya beli rumah tangga miskin dan rentan di perkotaan yang sangat bergantung pada pasar.

“Penduduk kota tidak memproduksi sendiri. Jadi sangat sensitif terhadap harga pasar,” jelas Ateng.

ketiga, Tingkat pengangguran laki-laki naik. Meski tingkat pengangguran terbuka nasional turun dari 4,91% (Agustus 2024) menjadi 4,76% (Februari 2025), tingkat pengangguran laki-laki di perkotaan justru meningkat dari 5,87% menjadi 6,06%.

“Laki-laki biasanya menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Kenaikan pengangguran mereka memberi dampak signifikan terhadap angka kemiskinan,” ujar Ateng.

Baca Juga: Menakar Dampak Konflik Thailand-Kamboja Terhadap Perekonomian Indonesia

Selanjutnya: DPO Kasus Investree Adrian Gunadi Dikabarkan Menjabat sebagai CEO Investree Doha

Menarik Dibaca: Promo JSM Hypermart Weekend 25-28 Juli 2025, Beli 1 Gratis 1 Sosis-Nugget Riverland

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×