Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) terus membantah telah melanggar prosedur dalam memberikan pembebasan bersyarat kepada Hartati Murdaya. Mereka yakin pemberian pembebasan bersyarat kepada Hartati Murdaya tidak bertentangan dengan kebijakan dan hukum.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Amir Syamsuddin mengatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, telah mengatur hak narapidana untuk mendapatkan remisi, cuti bersyarat, dan pembebasan bersyarat.
Menurut Amir, dalam PP tersebut, ketentuan seorang narapidana berhak mendapatkan pembebasan bersyarat jika memenuhi beberapa syarat, yakni berkelakuan baik, menjalani 2/3 masa hukuman, membayar denda, dan berstatus Justice Collaborator (pelaku korupsi yang bekerja sama membongkar kasus). Namun menurut Amir, syarat tersebut tidak perlu diakumulasikan.
"Saya kira tidak perlu kumulatif. Karna bagi saya kalau seseorang melakukan Justice Collaborator, tidak usah menjalani 2/3 masa hukuman," kata Amir saat jumpa pers di kantornya, Rabu (3/9).
Lebih lanjut menurut Amir, pihaknya telah mengirim surat kepada KPK untuk meminta rekomendasi pemberian pembebasan bersyarat. Sesuai dengan PP 99 Tahun 2012, penegak hukum memiliki waktu 12 hari untuk menjawab rekomendasi tersebut.
"Tapi setelah menunggu, karena 12 hari terlampaui, karena kami sudah bersidang, Dirjen pemasyarakatan kemudian mengajukan rekomendasi (pemberian pembebasan bersyarat kepada Hartati) ke Menteri," tambahnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, pihaknya terkejut atas pemberian pembebasan bersyarat tersebut. Setelah memeriksa surat-surat kata Bambang, KPK menemukan bahwa pada bulan Juni, Hartati pernah mengajukan diri sebagai Justice Collaborator, namun ditolak KPK.
Sementara kata Bambang, Justice Collaborator merupakan syarat yang diakumulasikan sebagai syarat seorang narapidana mendapatkan pembebasan bersyarat.
"Asumsi dasarnya, tak mungkin pembebasan bersyarat dikasih kalau Justice Collaborator tak diberikan karena itu semacam akumulasi," kata Bambang beberapa waktu lalu.
Hartati merupakan terpidana kasus suap kepada Bupati Buol Amran Batalipu sebesar Rp 3 miliar terkait kepengurusan izin usaha perkebunan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) terhadap tanah seluas 4.500 hektare (Ha) atas nama PT Cipta Cakra Murdaya, perusahaan milik Hartati di Buol, Sulawesi Tengah.
Atas perbuatan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan pidana selama dua tahun delapan bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News