Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu), Jumat (21/6), melaporkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 per akhir Mei sebesar Rp 127,45 triliun. Realisasi defisit anggaran tersebut lebih tinggi dibandingkan defisit anggaran periode yang sama 2018 yang sebesar Rp 93,51 triliun.
Secara persentase, defisit anggaran per akhir Mei mencapai 0,79% terhadap pendapatan nasional (PDB). Ini juga lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy) di mana defisit hanya 0,63% dari PDB.
Total pendapatan negara dan hibah per akhir Mei mencapai Rp 728,45 triliun. Realisasi pendapatan negara ini setara dengan 33,64% dari target pendapatan dalam APBN yang secara keseluruhan sebesar Rp 2.165,11 triliun. Kemkeu mencatat, pendapatan negara tersebut hanya tumbuh 6,2% yoy.
Sementara, belanja negara hingga Mei tumbuh 9,8% atau mencapai Rp 855,91 triliun. Realisasi belanja tersebut memenuhi 34,78% dari pagu sebesar Rp 2.461,1 triliun.
Hingga Mei, keseimbangan primer mencatat defisit sebesar Rp 377 miliar. Pada periode yang sama tahun lalu, keseimbangan primer surplus Rp 18,95 triliun.
Adapun, pembiayaan anggaran mencapai Rp 157,89 triliun atau mencapai 53,34% dari pagu yang sebesar Rp 296 triliun. Pembiayaan utang sendiri sebesar Rp 159,63 triliun atau memenuhi 44,43% dari target yang sebesar Rp 359,25 triliun.. Pertumbuhan pembiayaan utang turun 10,6% secara yoy.
Dengan demikian, defisit anggaran per Mei 2019 sebesar Rp 127,45 triliun atau 0,79% terhadap PDB. Sementara, target pemerintah tahun ini rasio defisit terhadap PDB hanya sebesar 1,84% atau lebih kecil dari target defisit pada tahun sebelumnya 2,19% dari PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sentimen yang memengaruhi kinerja APBN 2019 cukup beragam (mixed), terutama dari global. Di satu sisi, sentimen positif datang dari perubahan arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang diyakini akan mulai menurunkan suku bunga acuannya hingga akhir tahun.
“Tapi dari sisi perdagangan, ada eskalasi perang dagang. Jadi, dari sisi volatilitas mereda karena The Fed, tapi ada eskalasi dari eksekutif pemerintah AS di perdagangan,” kata Menkeu dalam konferensi pers APBN KiTa.
Sri Mulyani mengakui, pemerintah mulai serius mencermati perkembangan kinerja APBN 2019 sebagai indikasi perkembangan ekonomi dalam negeri. Ia tak memungkiri, kinerja pendapatan negara tumbuh melambat. Namun, hal ini sejalan dengan tekanan perekonomian global yang tengah terjadi selayaknya pada 2015-2016 di mana sempat terjadi kejatuhan harga komoditas.
“Ini merupakan critical point bagi kami untuk melihat terus tanda-tanda ekonomi. Apakah steady (cenderung) menguat atau mengalami pelemahan,” tuturnya.
Secara keseluruhan, Sri Mulyani mengatakan, kondisi defisit APBN 2019 masih terkendali, dengan keseimbangan primer yang mendekati nol. Ia meyakini, kondisi perekonomian dan kinerja APBN akan membaik di kuartal ketiga dan keempat tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News