Reporter: Irma Yani | Editor: Edy Can
JAKARTA. Kementerian Kehutanan memperoleh kucuran dana hibah dari Bank Dunia sebesar US$ 3,6 juta. Dana ini diperuntukan untuk menurunkan kadar emisi gas rumah kaca hingga 26% pada 2020 mendatang.
"Apa yang terjadi dengan hutan-hutan Indonesia akan sangat menentukan masa depan skema REDD dan perdagangan karbon secara global. Indonesia sudah memberi contoh bagi negara-negara berkembang lain," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Stefan G. Koeberle saat launching Forest Carbon Partnership Facility kerjasama REDD+ Readiness Preparation antara Indonesia dan World Bank, Kamis (23/6).
Koeberle mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara hutan pertama yang mendapatkan dukungan Forest Carbon Partnership Facility. "Dana ini menunjukan bahwa Indonesia fokus terhadap pencapaian targetnya mengurangi emisi gas rumah kaca terutama dari kerusakan hutan," katanya.
Dana hibah ini akan dicairkan dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak tahun ini. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, pencairan pertama akan dilakukan Juni ini. "Kerjasama ini akan mempercepat kita mengurangi emisi dan penanganan kawasan hutan kita dan menunjukan bahwa negara maju percaya kepada kita," paparnya.
Kepala Unit Penelitian dan Pembangunan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Tachir Fathoni menambahkan, kerjasama dengan Bank Dunia ini bertujuan memberikan kontribusi pada pembangunan kapasitas Indonesia dalam merancang strategi nasional REDD plus. "Dananya nanti dialokasikan untuk persiapan, untuk menyusun metodologi, untuk menyusun penelitian, untuk kegiatan yang dipakai dalam rangka program REDD ini," tegasnya.
Menurut Fathoni, sejak menjadi tuan rumah konferensi internasional perubahan iklim di Bali pada tahun 2007, Indonesia telah melancarkan berbagai upaya untuk mengatasi perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Salah satu upaya tersebut adalah mempersiapkan penerapan skema penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan atau yang dikenal dengan REDD.
Dia bilang, negara maju dapat membayar sejumlah uang kepada negara berkembang untuk menerapkan berbagai kebijakan dan proyek untuk menghentikan kerusakan hutan. Katanya, proses ini selain membantu melindungi lingkungan, juga dapat mengurangi pemanasan global dan menjadikan pelestarian hutan dan lahan gambut sebagai sumber pendapatan berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News