Reporter: Dani Prasetya | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Komisi VI DPR merasa terjebak dengan wewenang persetujuan peralihan alih fungsi lahan hutan yang tercantum pada Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
"Mengapa pasal 19 Undang-undang No 41 mengamanatkan DPR harus terlibat dalam keputusan peralihan fungsi lahan itu," ungkap Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Soebagyo, pada rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kementerian Kehutanan, Rabu (22/6).
Sebagai informasi, DPR merasa keberatan dengan adanya poin wewenang pemberian keputusan perubahan alih fungsi lahan. Pasal 19 Undang-undang No 41 tahun 1999 menyebutkan pada ayat (2) bahwa perubahan peruntukan kawasan hutan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis ditetapkan pemerintah dengan persetujuan DPR.
Poin itu dianggap membebankan semua kesalahan pada DPR apabila ternyata persetujuan peruntukan lahan yang terjadi ternyata melanggar ketentuan.
Anggota Komisi VI DPR Djoko Udjianto menambahkan, poin persetujuan itu nantinya akan melimpahkan kesalahan pada DPR apabila seandainya terjadi penyelewengan surat izin perubahan peruntukan lahan. "Apakah Kementerian Kehutanan bisa jamin kalau izin yang perubahan hutan lindung yang harusnya untuk pertanian pangan tidak diselewengkan jadi pertambangan," ucap dia.
Sebab, banyak kasus perubahan peruntukan lahan yang sebelumnya diterbitkan untuk pertanian rakyat. Namun, ternyata dalam prakteknya malah berubah menjadi pertambangan skala kecil yang dikelola koperasi.
Menanggapi hal itu, Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan Bambang Soepijanto mengutarakan, perubahan tata ruang di kawasan hutan memang diperbolehkan. Namun, harus mengantongi izin Menteri Kehutanan. Izin itu diberikan tanpa mengubah status hutan itu menjadi hak milik atau hak guna.
Menteri Kehutanan sendiri telah mengeluarkan izin perubahan peruntukan lahan seluas 1,1 juta hektare dengan luas di bawah 2.000 hektare per poligon (per bidang) sehingga tidak memerlukan persetujuan DPR. Apabila izin perubahan peruntukan lahan terjadi pada lahan dengan luasan di atas 2.000 hektare per poligon maka DPR perlu memberikan persetujuan.
Persetujuan DPR itu diperlukan apabila ternyata hasil penelitian dari tim terpadu masih diragukan maka DPR dapat menurunkan panitia kerja untuk menindaklanjuti hal itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News