Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus berupaya meningkatkan nilai ekspor nasional, terutama dari sektor industri. Diharapkan, kontribusi ekspor sektor manufaktur dapat memperkuat struktur perekonomian saat ini. Sepanjang tahun 2019, industri memberikan kontribusi terbesar hingga tembus US$ 126,57 miliar atau 75,5% dari capaian nilai ekspor nasional.
“Oleh karena itu, kami memberikan perhatian serius terhadap pengembangan sektor-sektor industri yang berorientasi ekspor,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resminya, Kamis (5/3).
Baca Juga: Dihantam corona, ekonomi China bisa tumbuh negatif untuk pertama kali sejak 1970-an
Adapun lima sektor industri pengolahan nonmigas yang mencatatkan nilai ekspornya paling besar pada tahun 2019, yakni industri makanan dan minuman yang mampu menembus hingga US$ 27,28 miliar. Kemudian, industri logam dasar sebesar US$ 17,37 miliar, serta industri tekstil dan pakaian jadi mencapai US$ 12,90 miliar.
Selanjutnya, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia menyumbang US$ 12,65 miliar, serta industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik yang menyetor senilai US$ 11,91 miliar.
“Pada Januari 2020, nilai ekspor produk industri mencapai US$ 10,52 miliar atau berkontribusi sebesar 78,45% dari total nilai ekspor nasional sebesar US$ 13,41 miliar,” ungkap Menperin. Nilai ekspor terbesar diberikan industri makanan dan minuman US$ 2,10 miliar, diikuti industri logam dasar US$ 1,74 miliar serta industri tekstil dan pakaian jadi US$ 1,08 miliar.
Agus menyebutkan, Amerika Serikat menjadi negara tujuan utama pengapalan produk industri nasional. Negara berikutnya, China, Jepang, Singapura, dan India. “Pemerintah terus berupaya membuka akses perluasan pasar ekspor, terutama ke negara-negara nontradisional, tegasnya.
Baca Juga: Harga saham TLKM terbang 5,8%, PER saham halo-halo ini di atas 17 kali
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian bersama pemangku kepentingan terkait saling bersinergi untuk semakin mendongkrak daya saing produk manufaktur agar bisa menembus kancah internasional. “Dalam hal ini, negara harus hadir. Misalnya, kami terus berkoordinasi dengan Kemendag,” ujarnya.
Menperin menyebutkan, upaya strategis untuk menggenjot nilai ekspor produk industri nasional, antara lain dilakukan melalui diversifikasi produk industri unggulan, membuka secara agresif pasar-pasar baru, dan mendorong investasi untuk menjadikan Indonesia sebagai basis ekspor.
“Contohnya, kita perlu memanfaatkan peluang adanya Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), dengan mendorong industri otomotif di Tanah Air agar bisa mengisi pasar ekspor ke Australia,” paparnya.
Di samping itu, Kemenperin sudah memetakan 15 sektor yang akan mendapat prioritas pengembangan untuk digenjot kinerja ekspornya. Ke-15 sektor potensial tersebut, yakni industri pengolahan minyak kelapa sawit dan turunannya, industri makanan, industri kertas dan barang dari kertas, industri crumb rubber, ban, dan sarung tangan karet, industri kayu dan barang dari kayu, serta industri tekstil dan produk tekstil.
Baca Juga: Harga saham BBRI naik, pembeli sebulan lalu masih potensi rugi
Selanjutnya, industri alas kaki, industri kosmetik, sabun, dan bahan pembersih, industri kendaraan bermotor roda empat, industri kabel listrik, industri pipa dan sambungan pipa dari besi, industri alat mesin pertanian dari besi, industri elektronika konsumsi, industri perhiasan, serta industri kerajinan.
“Bahkan, kita punya Pindad, yang tidak hanya ahli memproduksi alutsista, tetapi juga ahli membuat alat berat yang berkaitan dengan konstruksi dan pertanian. Ini satu hal yang membanggakan, dan kami akan dorong supaya mereka juga bisa ekspor, seperti kita ekspor gerbong kereta api yang diproduksi oleh INKA. Selain itu kita juga sudah ekspor dari produk PT PAL dan PT DI,” imbuhnya.
Menperin berharap kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dapat memperluas fasilitasnya untuk jenis-jenis produk manufaktur nasional yang punya potensi pasar ekspor. Salah satu fasilitas yang diberikan untuk mengerek ekspor produk industri, yaitu melalui Penugasan Khusus Ekspor (PKE).
Baca Juga: Saham BBCA naik lagi, potensi profit bagi pembeli saham seminggu lalu
“Kami juga concern terhadap hilirisasi dan substitusi impor, untuk menekan defisit neraca perdagangan. Langkah strategis yang telah kami jalankan, misalnya kami mengidentifikasi komoditas-komoditas yang bisa kita batasi atau bahkan tutup keran ekspornya. Tujuannya adalah untuk menarik investasi di sektor tersebut, terutama dalam proses hilirisasi agar meningkatkan nilai tambah di dalam negeri,” jelasnya.
Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah, yang sudah berhasil melakukan hilirisasi terhadap nickel ore menjadi stainless steel. Dari kawasan terintegrasi ini mampu menyumbang nilai ekspornya sebesar US$ 4 miliar, baik itu pengapalan produk hot rolled coil maupun cold rolled coil ke Amerika Serikat dan China.
Di samping itu, investasi di Kawasan Industri Morowali terus menunjukkan peningkatan, dari tahun 2017 sebesar US$ 3,4 miliar menjadi US$ 5 miliar sepanjang tahun 2018. Jumlah penyerapan tenaga kerjanya pun terbilang sangat besar, mencapai 30.000 orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News