Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merevisi aturan mengenai pemberian subsidi bunga atau subsidi margin untuk kredit atau pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Revisi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin untuk Kredit/Pembiayaan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Andin Hadiyanto menjelaskan, pada dasarnya tujuan pemerintah dalam memberikan dukungan bagi pelaku UMKM melalui subsidi bunga yang dituangkan dalam PMK 65/2020 masih sama dengan tujuan dalam PMK 85/2020.
Baca Juga: Subsidi bunga UMKM, Akumindo: Sebagian besar tidak akan manfaatkan fasilitas ini
Dukungan ini, diberikan untuk meringankan beban yang dirasakan oleh pelaku UMKM akibat pandemi Covid-19, melalui belanja pemerintah dalam bentuk pemberian subsidi bunga.
"Pada prinsipnya, revisi PMK ini tujuan utamanya adalah untuk mempermudah pelaku UMKM dalam mengakses program ini," ujar Andin kepada Kontan.co.id, Minggu (12/7).
Berdasarkan mekanismenya, Andin menjelaskan ada dua perbedaan menonjol dari kedua PMK ini. Pertama, PMK 85/2020 mempermudah masyarakat untuk bisa segera mendapatkan subsidi dengan menghilangkan proses registrasi yang sebelumnya harus dilakukan oleh debitur untuk mengikuti program ini.
Selain itu, dari sisi proses bisnis juga dilakukan stream-lining proses yang bertujuan untuk mempermudah proses, tetapi tetap memastikan pengelolaan keuangan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.
Kedua, terkait dengan sinergi pemerintah dalam pelaksanaan program.
Baca Juga: Ini 6 poin utama mengenai revisi aturan penyaluran subsidi bunga UMKM
Andin mengatakan, dalam aturan terbaru ini dijelaskan bahwa pelaksanaan program merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai satu kesatuan, bukan hanya diwakilkan oleh satu kementerian, satu unit kerja, atau bahkan hanya menjadi tanggung jawab satu orang Kuasa Penggunaan Anggaran (KPA) dalam pelaksanaannya.
Untuk itu, pengawalan program ini menjadi krusial dan perlu melibatkan banyak pihak terkait.
Adapun berbagai kebijakan yang diambil dalam penerapan program ini di lapangan, maupun program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) secara keseluruhan, dilakukan melalui proses rapat kelompok kerja (Pokja) yang rutin diawasi oleh pimpinan dari Kementerian/Lembaga (K/L) terkait.
Ia menjelaskan, awalnya skema ini dimulai dari terlibatnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menyediakan data debitur kredit produktif, sebagai dasar pengambilan keputusan pemerintah. Proses ini dilakukan untuk menjaga tata kelola pemerintahan yang baik.
Baca Juga: Hati-hati, burden sharing naikkan inflasi ke level tertinggi dalam lima tahun
Kemudian, di dalam aturan baru ini pemerintah juga memasukkan peran Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai aparat pengawasan intern pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.
Menurut Andin, BPKP memiliki peran untuk melakukan post-audit terhadap proses yang berjalan, serta melakukan pengawalan terhadap proses bisnis yang ada.
"Di dalam hal ditemukan tindakan yang mengarah ke fraud, maka peranan kejaksaan secara lebih lanjut dibutuhkan untuk menindaklanjuti temuan tersebut dalam rangka memastikan terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik," kata Andin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News