kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.546.000   5.000   0,32%
  • USD/IDR 16.205   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.065   -15,76   -0,22%
  • KOMPAS100 1.047   -0,56   -0,05%
  • LQ45 821   -0,42   -0,05%
  • ISSI 210   -0,21   -0,10%
  • IDX30 422   -0,40   -0,10%
  • IDXHIDIV20 504   -0,41   -0,08%
  • IDX80 120   -0,22   -0,18%
  • IDXV30 123   -0,06   -0,04%
  • IDXQ30 140   -0,22   -0,16%

Kemenkes: Penerimaan CHT Tidak Sebanding dengan Biaya Perawatan Perokok


Kamis, 27 Oktober 2022 / 17:45 WIB
Kemenkes: Penerimaan CHT Tidak Sebanding dengan Biaya Perawatan Perokok


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA  Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Eva Susanti mengatakan bahwa biaya perawatan untuk penyakit akibat merokok ternyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan penerimaan cukai.

Berdasarkan paparannya, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2017 tercatat hanya sebesar Rp 147,7 triliun. Sebaliknya, biaya perawatan yang harus dikeluarkan negara untuk perawatan penyakit akibat merokok mencapai Rp 431,8 triliun di tahun yang sama.

"Biaya perawatan untuk penyakit akibat merokok tiga kali lipat lebih tinggi daripada cukai yang diterima negara," ujar Eva dalam Workshop Peta Jalan Industri Hasil Tembakau (IHT), Kamis (27/10).

Baca Juga: Pemerintah Pertimbangkan Kondisi Ekonomi Tahun Depan Sebelum Kerek Cukai Rokok

Untuk itu, ada selisih sebesar Rp 284,1 triliun yang harus dikeluarkan. Pasalnya, Ave menilai selisih sebesar Rp 284,1 triliun tersebut bisa memberikan pembangunan dengan anggaran sekitar Rp 6 triliun untuk 1 provinsi di Indonesia.

"Bisa dibayangkan kerugian ekonomi yang kita dapat oleh karena konsumsi rokok," katanya.

Terlebih lagi, Eva menilai bahwa PP 109/2012 belum mampu untuk mengendalikan perokok anak karena akses yang sangat mudah dan murah.

Baca Juga: Pemerintah Dinilai Perlu Pertimbangkan Berbagai Sisi dalam Merumuskan Kebijakan CHT

Berdasarkan paparannya, tiga dari empat orang mulai merokok di usia kurang dari 20 tahun, sehingga apabila tidak dikendalikan, maka prevalensi perokok anak akan meningkat hingga 16%. Selain itu, menurutnya PP tersebut juga belum cukup efektif untuk menurunkan perokok anak.

"PP 109/2012 belum begitu mampu menahan penjualan dan konsumsi rokok," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×