Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perhubungan (Kemhub) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema "Transportasi Online yang Adil dan Berkelanjutan" pada Kamis (24/7) dengan menghadirkan ekonom, praktisi, perwakilan konsumen, perusahaan aplikasi, hingga komunitas mitra ojek online (ojol).
Dua topik yang menjadi bahasan FGD tersebut ialah kajian kenaikan tarif ojol dan besaran angka bagi hasil atau komisi antara yang diterima mitra driver dan perusahaan aplikasi.
Salah satu yang hadir dalam forum tersebut yakni perwakilan dari Komunitas Kaliber (Kalibata Bersatu). Perwakilan Komunitas Kaliber Roy Adjab mengatakan mayoritas mitra driver ojol yang statusnya murni aktif sebetulnya menerima angka bagi hasil atau komisi yang sepadan atau fair, baik bagi driver maupun perusahaan jasa aplikasi.
Baca Juga: Pengemudi Ojol Kembali Tuntut Potongan Biaya
"Mayoritas mitra yang on bid [aktif] pilih 20%. Yang aksi [tolak] kalau ditotal semua tidak sampai 2%," katanya usai gelaran FGD tersebut, Kamis sore.
Menurutnya, angka 20% itu [alokasinya] termasuk biaya penyusutan yang diberikan dalam bentuk voucher-voucher discount dengan cashback, seperti makan di beberapa restoran, servis motor, pulsa, dan lainnya.
Dia mengatakan para mitra dalam komunitas KGMP dan beberapa komunitas lainnya juga menerima aturan komisi saat ini dari Kementerian Perhubungan melalui Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 1001 Tahun 2022. Dalam aturan ini, aplikasi hanya boleh mengambil komisi maksimal 20% dari mitra. Jadi, skema pembagian komisi perjalanan ojol memiliki skema 80% untuk mitra dan 20% untuk aplikator.
"Sangat [setuju 20%]. Masih banyak [benefit] yang lain. Saya ulangi. Ini baru sebagian kecil dari benefit yang dirasakan mitra ojol. Di luar hal-hal operasional [yang diberikan] aplikator,” katanya.
Justru dia menilai besaran komisi 10% yang diterapkan beberapa aplikator tidak selaras dengan benefit yang dirasakan driver. “Engga [ada benefit]. Fakta di lapangan membuktikan bahwa potongan [komisi] kecil itu tidak menjamin driver sejahtera,” tegasnya.
Dia juga menyampaikan di tengah FGD tesebut terjadi kegaduhan lantaran ada beberapa pihak yang terprovokasi. Selain itu, ada pula yang hadir tetapi tidak mewakili driver aktif.
“[FGD tadi] masih seputar masukan-masukan dari beberapa pihak. Termasuk wakil-wakil driver. Hanya tadi tidak memungkinkan semua perwakilan diundang. Dari Gojek saja ada ribuan komunitas se-Jabodetabek. Belum yang campuran. Yang rusuh tadi R4 [roda empat]. Merasa tidak diundang, padahaldiskusi ini khusus R2 [roda dua]. Yang aturannya berbeda dengan R4, sudah tersirat di UU Lantas,” katanya.
Sementara itu, dalam FGD tersebut, Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Aan Suhana mengatakan pihaknya tengah mengolah dan mematangkan aturan transportasi online agar tercipta aturan yang bersifat adil serta berkelanjutan bagi seluruh ekosistem.
"Sebagai regulator di bidang transportasi, kami perlu menyerap berbagai informasi dan data untuk memutuskan suatu kebijakan transportasi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Forum ini bukanlah forum untuk memutuskan tetapi untuk berdiskusi," katanya dalam keterangan tertulisnya.
Dia menuturkan saat ini ada lebih dari 7 juta mitra ojek online yang tersebar di seluruh Indonesia. Di samping pengemudi ojek online, ada juga pelaku UMKM yang hidupnya bergantung pada ekosistem transportasi online.
"Pengaturan terkait ekosistem ini juga melibatkan berbagai kementerian/lembaga lainnya seperti Kementerian Komunikasi dan Digital terkait platform aplikasi, Kementerian Ketenagakerjaan terkait sistem tenaga kerja, dan lain sebagainya. Maka dari itu, kita perlu melihat seluruh sudut pandang dan penuh kehati-hatian dalam mengambil kebijakan," ujar Aan.
Kegiatan yang dimoderatori oleh dosen-pengamat kebijakan Yayat Supriyatna ini menghadirkan para pakar dan akademisi di bidang transportasi di antaranya Piter Abdullah, Okto Risdianto Manullang, Tulus Abadi, Ki Darmaningtyas, Wijayanto Samirin, dan Azas Tigor Nainggolan.
Para perwakilan aplikator menyebut bahwa biaya potongan aplikator saat ini sudah ada pada titik keseimbangan. Adapun, hal itu diperuntukkan untuk pengembangan teknologi, biaya operasional, program kesejahteraan pengemudi, hingga harga promosi bagi para konsumen.
Selanjutnya: Bukan Sulap! Inilah Cara Liverpool Bisa Belanja Rp5 Triliun Tanpa Langgar Aturan Liga
Menarik Dibaca: Bank Sampah Sekolah dan Aksi Bersih Sungai Jadi Langkah Wings Peduli Tekan Polusi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News