Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menyatakan, rancangan Peraturan Presiden tentang Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia, belum final.
"Raperpres adalah dokumen perencanaan dalam proses pembahasan dan pengujian mendalam, bukan dan belum menjadi keputusan final," ucap Juru Bicara Menteri Pertahanan RI, Dahnil Anzar Simanjuntak dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan, Selasa (1/6).
Ia menjelaskan, dokumen perencanaan pertahanan tersebut adalah bagian dari rahasia negara dan dokumen internal dalam pembahasan yang masih berlangsung. Sehingga Kemenhan sesali ada pihak-pihak yang membocorkan dan menjadikan dokumen tersebut menjadi alat politik untuk mengembangkan kebencian politik dan gosip politik yang penuh dengan nuansa Political Jealousy (kecemburuan politik). Tentu Kementerian Pertahanan akan bersikap tegas untuk mengusut siapa yang bertanggungjawab menyebarkan dokumen tersebut sehingga menjadi simpang siur di publik.
Dahnil mengatakan, Presiden Jokowi ingin ada kejelasan lima sampai dengan 25 tahun ke depan apa saja Alpahankam yang bisa dimiliki. Ia bilang, bahwa kondisi alpalhankam yang faktualnya memang sudah tua. Bahkan, 60 persen alpalhankam sudah sangat tua dan usang serta memprihatinkan.
Dengan demikian, modernisasi alpalhankam adalah keniscayaan, karena pertahanan yang kuat terkait dengan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta keselamatan bangsa harus terus terjaga dalam jangka panjang.
Baca Juga: Juru Bicara Menhan Prabowo Jelaskan Beleid Raperpres Alutsista US$ 124,99 Miliar
"Oleh sebab itu, Kementerian Pertahanan mengajukan sebuah formula modernisasi alpahankam melalui Reorganisir belanja dan pembiayaan Alpahankam," terang Dahnil.
Reorganisir belanja dan pembiayaan alpalhankam ini rencananya akan dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan melalui mekanisme belanja alpalhankam lima rencana strategis (renstra) dibelanjakan pada satu renstra pertama, yaitu 2020-2024. Sehingga postur pertahanan ideal Indonesia bisa tercapai pada tahun 2025 atau 2026, dan postur ideal tersebut bertahan sampai 2044.
Dengan formula tersebut, lanjut Dahnil, pada tahun 2044 akan dimulai pembelanjaan baru untuk 25 tahun ke depan.
"Apabila dianologikan, formula belanja ini ibarat membangun rumah. Kita membiayai pembangunan rumah dalam waktu tertentu kemudian jadi satu rumah yang ideal, bukan membangun secara mencicil pembangunannya, mulai dari jendelanya dulu, nanti ada duit lagi baru bangun pintunya dan seterusnya," jelas dia.
Dahnil menuturkan, pembiayaan yang dibutuhkan masih dalam pembahasan dan bersumber dari Pinjaman Luar Negeri. Nilainya nanti dipastikan tidak akan membebani APBN, dalam arti, tidak akan mengurangi alokasi belanja lainnya dalam APBN yang menjadi prioritas pembangunan nasional.
Sebab, pinjaman yang kemungkinan akan diberikan oleh beberapa negara ini diberikan dalam tenor yang panjang dan bunga sangat kecil serta proses pembayarannya menggunakan alokasi anggaran Kemhan yang setiap tahun yang memang sudah dialokasikan di APBN, dengan asumsi alokasi anggaran Kemhan di APBN konsisten sekitar 0,8 persen dari PDB selama 25 tahun ke depan.
"Semua formula di atas yang masih dalam proses pembahasan bersama para pihak yang terkait. Bukan konsep yang sudah jadi dan siap diimplementasikan," tutur Dahnil.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, terkait hal tersebut sampai saat ini masih dalam perencanaan dan belum ada pembelian alutsista. Ia bilang, terkait alutsista apa saja yang akan dibeli dan anggarannya merupakan rahasia negara. Rencananya DPR akan meminta klarifikasi terkait anggaran sekitar Rp 1.700 triliun tersebut.
"Pak Prabowo rajin ke pabrik untuk mengecek peralatan, melakukan negosiasi-negosiasi supaya harganya murah. Sehingga apa yang disampaikan itu, saya pikir mesti dicek dulu kebenarannya," ujar Dasco seperti dalam tayangan Youtube Kompas TV.
Sementara itu, Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertapati menilai, rencana anggaran pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) TNI senilai Rp 1.750 terbilang wajar karena hal ini masih dalam tahap rencana strategis (Renstra).
"Kita ini negara besar atau luas tentu pantas saja memiliki kekuatan militer yang tangguh. Memang saat ini harus disesuaikan dengan prioritas negara hadapi Covid 19, tetapi kita juga jangan lupa memperkuat diri dalam bidang Pertahanan Keamanan," ujar wanita yang kerap disapa Nuning saat dikonfirmasi, Selasa (1/6).
Ia mengatakan, pembenahan Alutsista TNI terbagi ke dalam 2 program untuk Alutsista yang dimiliki sebelum Minimum Essential Force (MEF) ditetapkan pemerintah dan setelah MEF berjalan. Alutsista sebelum MEF dibenahi untuk mempertahankan life cycle agar tetap dapat digunakan sesuai pasokan rantai logistik dan keahlian prajurit TNI yang mengawaki Alutsista tersebut.
"Dari analisa Operation Research biasanya pembenahan Alutsista tersebut dituntut mencapai level yang Maximin, yaitu yang maksimal dan semua kondisi minimal," ucap dia.
Sedangkan Alutsista yang pengadaanya setelah MEF berlaku, maka pembenahannya diutamakan untuk interoperability dan communability. Pembenahan yang bersifat interoperability agar seluruh Alutsista ketiga matra dapat digunakan secara terintegrasi.
Pada prinsipnya pembenahan Alutsista sebelum MEF ditujukan untuk efisiensi sedangkan pembenahan Alutsista setelah MEF ditujukan untuk optimalisasi (efektif dan efisien). "Pembenahan Alutsista yang terintegrasi dan pembenahan kompetensi dan kapasitas tempur prajurit TNI sesuai Alutsista baru tersebut berujung pada pembenahan organisasi TNI," tutur Nuning.
Selanjutnya: DPR Belum Setujui Bujet Jumbo Belanja Senjata
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News