kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemendagri tindaklanjuti peraturan daerah penghambat investasi


Kamis, 28 November 2019 / 17:56 WIB
Kemendagri tindaklanjuti peraturan daerah penghambat investasi
ILUSTRASI. Sebuah poster keterangan menjual rokok ditempel di gerai toko swalayan, Depok, Jawa Barat, Kamis (4/10). Pemkot Depok melarang tampilan dan iklan rokok di semua gerai swalayan terkait pelaksanaan Perda Kota Depok Nomer 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa R


Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus berupaya untuk memangkas peraturan yang dinilai menghambat investasi dan kegiatan berusaha. Tidak hanya aturan di kementerian, tetapi juga aturan-aturan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah. 

Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sukoyo mengatakan, apabila terdapat Perda yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi maka perlu dilakukan klarifikasi terhadap aturan tersebut. 

Baca Juga: DPRD DKI tolak pembangunan hotel, anggaran revitalisasi TIM dipangkas Rp 400 miliar

“Sekiranya ada perda, yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi maka perlu dilakukan kajian (klarifikasi) untuk memastikan bahwa materi muatan yang terkandung di dalamnya tidak sesuai dengan perundang - undangan yang lebih tinggi,” kata Sukoyo, Kamis (28/11/2019). 

Penyataan Sukoyo tersebut menanggapi kajian yang dilakukan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) di enam daerah yaitu Provinsi DKI Jakarta, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Sidoarjo. Hasil kajian tersebut menyatakan bahwa masih banyak Peraturan Daerah (Perda) yang bermasalah dan menghambat investasi. 

Dari 1.109 perda terkait investasi dan kegiatan berusaha yang dikaji oleh KPPOD, ada 347 Perda yang dinilai menghambat investasi. Diantaranya yakni Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Perda Pajak, dan Retribusi, Perizinan dan Ketenagakerjaan.

Baca Juga: Catat, Februari tahun depan ada sensus penduduk dan berlangsung secara online

Sukoyo mengatakan bahwa Kemendagri saat ini tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pembatalan terhadap suatu Perda. Oleh karena itu ia mendorong DPRD sebagai pembentuk perda KTR dapat menggunakan fungsi pengawasan dan melakukan legislatif review untuk memperbaiki atau mencabut bersama Pemda. 

“Perlu melakukan penyisiran kembali terhadap materi muatan perda KTR dan perda lain yang tidak ramah dengan investasi,” jelas Sukoyo. 

Berdasarkan ketentuan Permendagri 120 Tahun 2018 dalam hal ini Dirjen Otda mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah (Raperkada) provinsi melalui fasilitasi atau pengkajian dan verifikasi. 

“Terkait Perda provinsi yang telah diundangkan dapat dilakukan klarifikasi atas permintaan masyarakat. Apabila Raperda atau Raperkada berasal dari kabupaten atau kota maka fungsi binwas terdapat di Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat,” jelas Sukoyo.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng menjelaskan, terdapat sejumlah faktor yang menjadi pokok Perda dinyatakan bermasalah. Pertama, karena proses pembentukan Perda minim partisipasi publik.

Lalu kedua, dari segi muatan regulasi yang menimbulkan dampak ekonomi negatif seperti biaya produksi dan ketiga penanganan Perda oleh Kementerian Dalam Negeri yang dinilai belum optimal. “Itu karena tidak adanya alat yang ditetapkan pemerintah pusat untuk menyusun Perda,” jelas Endi.

Baca Juga: Hore! Kini kita bisa cetak sendiri KTP, KK, hingga akte kematian dalam hitungan menit

Selain itu, kurang harmonisnya lingkungan kebijakan sering kali membuat rumusan Perda tidak komprehensif dan tidak menyasar kepada kebutuhan masyarakat di daerah. Saat ini terdapat peraturan yang saling bertentangan di level pusat, baik antara undang-undang dan regulasi turunannya maupun antar regulasi sektoral.

“Hal yang sama terjadi di daerah, dimana sering terjadi kontradiktif dengan regulasi Pemerintah pusat. Kondisi ini pada akhirnya memberikan dampak negatif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi daerah,” katanya.  

Kesalahpahaman Pemda dalam menafsirkan regulasi nasional juga membuat banyak Perda yang inkonsisten dengan peraturan nasional. Untuk itu KPPOD memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah pusat, salah satunya penyelesaian berbagai pengaturan sebuah kebijakan tertentu yang tercantum dalam berbagai UU ke dalam satu UU melalui Omnibus Law. 

Baca Juga: Hasil survei sebut dirinya tak tepat jadi Mendagri, begini respons Tito Karnavian

“Pemerintah Daerah perlu memperbaiki ekosistem kerja dan komitmen politik regulator terkait seperti kepala daerah dan DPRD. Selain itu, rekrutmen dan peningkatan kapasitas SDM aparatur berdasarkan sistem merit,” ujar Endi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×