Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) memastikan bahwa pekerja yang tidak masuk bekerja karena sakit atau cuti tetap mendapatkan hak atas upah.
Direktur Pengupahan, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen PHI JSK), Kementerian Ketenagakerjaan, Dinar Titus Jogaswitani mengatakan, hal ini diatur dalam Bab VII Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja tidak masuk bekerja atau tidak melakukan pekerjaan. Namun, terdapat beberapa pengecualian yang ditetapkan.
Pengecualian tersebut yakni bila pekerja berhalangan, melakukan kegiatan lain di luar pekerjaan, menjalankan hak dan waktu istirahat atau cuti hingga bersedia melakukan pekerjaan yang dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya karena kesalahan pengusaha sendiri atau kendala yang seharusnya dalam dihindari pengusaha.
Baca Juga: Kemnaker mendesak para pengusaha patuhi aturan terkait pengupahan
"[Pekerja] Tidak masuk kerja karena berhalangan ini tetap dibayar, salah satunya adalah karena pekerja sakit, pekerja membaptiskan anak, mengkhitankan anak, menikahkan anak, artinya semuanya tetap dibayar meskipun tidak masuk kerja, termasuk cuti," ujarnya.
Dinar pun menyebutkan bahwa berbagai kabar yang menyebut bahwa pekerja yang tidak bekerja karena sakit hingga cuti adalah berita bohong (hoaks).
Dia mengakui bahwa hal ini tak disebutkan secara rinci dalam Uncang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, namun dia mengatakan hal ini diatur dengan rinci dalam aturan pelaksanaannya atau PP 36/2021.
Adapun, dalam PP 36/2021 ini disebutkan alasan pekerja tidak masuk bekerja karena berhalangan meliputi:
a. Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
b. Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; atau
c. Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena:
1. Menikah;
2. Menikahkan anaknya;
3. Mengkhitankan anaknya;
4. Membaptiskan anaknya;
5. Istri melahirkan atau keguguran kandungan;
6. Suami, istri, orang tua, mertua, anak dan/atau menantu meninggal dunia;
7. Anggota keluarga selain sebagaimana dimaksud pada angka 6 yang tinggal dalam 1 rumah meninggal dunia.