Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Agama (Kemedag) menegaskan bahwa usulan kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2023 menjadi Rp 69,1 juta per jamaah belum final.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief mengatakan usulan tersebut nantinya masih akan dibahas bersama dengan komisi agama di DPR RI.
"Semoga kita bisa mendapatkan rumusan yang paling pas terkait biaya haji tahun ini," kata Hilman, Senin (23/1).
Hilman menjelaskan kenaikan terjadi karena ada perubahan skema persentase komponen Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan Nilai Manfaat. Pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70% Bipih dan 30% nilai manfaat.
Baca Juga: Usulan Kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji Dinilai Rasional dan Tepat
"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis," terang Hilman.
Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan.
Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah hanya Rp 4,45 juta. Sementara Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp 30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13%, sementara Bipih 87%.
Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19% (2011 dan 2012), 25% (2013), 32% (2014), 39% (2015), 42% (2016), 44% (2017), 49% (2018 dan 2019). Karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jemaah sudah melakukan pelunasan), penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59%.
"Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak," jelasnya.
Nilai manfaat, lanjut Hilman, bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Karenanya, nilai manfaat adalah hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat.
Hilman menegaskan, mulai sekarang dan seterusnya, nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan.
"Tentu kami juga mendorong BPKH untuk terus meningkatkan investasinya baik di dalam maupun luar negeri pasca pandemi Covid-19 ini, sehingga kesediaan nilai manfaat lebih tinggi lagi," tambah Hilman.
Baca Juga: Soal Usulan BPIH Naik Jadi Rp 69 Juta, YLKI: Pemerintah Perlu Perhatikan Dampaknya
Jika komposisi Bipih dan nilai manfaat masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan cepat tergerus dan tidak sehat untuk pembiayaan haji jangka panjang.
"Jika komposisi Bipih (41%) dan nilai manfaat (59%), dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat cepat habis. Padahal jamaah yang menunggu 5-10 tahun akan datang juga berhak atas nilai manfaat," urainya.
Untuk itulah, kata Hilman, Pemerintah mengusulkan untuk mengubah skema menjadi Bipih (70%) dan NM (30%).
"Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Pak Menteri melakukan ini demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jemaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News