Reporter: Kiki Safitri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyederhanaan rantai distribusi pangan dinilai perlu untuk dilakukan. Hal ini mengingat dampak yang akan diterima pada harga pangan yang menjulang di pasar. Namun demikian Kementerian Perdagangan (Kemdag) mengaku sulit menentukan idealnya rantai distribusi pangan.
Tuti Prahastuti, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemdag menyebut ideal rantai distribusi pangan tidak bisa dipastikan karena karakteristik komoditi yang berbeda di tiap lokasinya.
“Ada mungkin ya (idealnya rantai distribusi pangan), karena saya juga belum bisa pastikan detilnya seperti apa. Karaktersistiknya itu yang perlu kita pelajari. Misalkan gula bagaimana distribusi dan peroduksinya, beras bagaimana, minyak goring bagaimana. Itu yang harus kita pelajari,” tegasnya.
Meskipun Kemdag masih mempelajari karakteristik distribusi tiap komoditi, namun Kemdag memiliki antisipasi dalam upaya penyederhanaan mata rantai distribusi pangan yakni dengan menghadirkan gerai maritim dan resi gudang.
Gerai maritim merupakan sarana penyediaan bahan pangan untuk kawasan terpencil sedangkan resi gudang merupakan penyediaan sarana kredit pangan kepada pelaku pasar yang melakukan tunda jual.
“Kita mencoba melakukan berbagai macam cara dan kebijakan untuk memotong rantai distribusi pangan, misalkan dengan membangun gerai maritime dan resi gudang yang mempermudah petani mendapatkan dana cashnya. Kalau gerai maritim itu mempermudah konsumen mendapatkan barang yang dibutuhkan,” ungkapnya.
Ketua Bidang Litbang Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Rizal E Halim menyebutkan bahwa jika mata rantai distribusi pangan tidak disederhanakan maka berpotensi meningkatkan impor pangan, yang umumnya murah.
“Kenapa banyak komoditi impor masuk ke pasar rakyat? Karena harga dalam negeri mahal. Mulai harga produksi dan distribsution cost,” katanya belum lama ini.
Secara rinci ia menyebutkan bahwa biaya distribusi atau rantai distribusi berbagai macam. Sebut saja biaya dari transportsi, sistem pengepakan, sistem birokrasi dan pungutan liar dijalanan. Ia menilai hal tersebut membuat harga komoditi bergejolak.
Rizal menghimbau bahwa intervensi pemerintah perlu dioptimalkan dalam rangka mengurangi mata rantai distribusi ini tidak hanya sebatas program. Namun juga memberdayakan instrument dari pemerintah yang memiliki wewenang dalam komposisinya masing-masing.
“Idealnya pemerintah punya instrument begitu banyak, saat ini ada badan ketahan pangan, ada Bulog dan ada BUMN yang mengurusi logistic, ada Kkemtan yangmengurusi produksi, ada Kemdag yang mengurusi tata niaga dan rantai distribsi. Instrument ini harus di optimalkan, misalnya terkait dengan beras, ada Bulog yang siap melakukan intervensi sebagai perpanjangan tangan pemerintah. Tapi, data antara produksi dan konsumsi harus valid,” tegasnya.
Data Kemdag, pola mata rantai distribusi pangan secara detail untuk komoditi beras polanya yakni dari petani beras ke produsen, lalau ke distributor, selanjutnya ke pedagang eceran dan kemudian konsumen akhir.
Untuk komoditi cabai merah yakni dari petani cabai ke pedagang pengepul, lalu ke grosir, lalu ke pedagang eceran ka kemudian ke konsumen. Untuk komoditi bawang merah, dari petani langsung ke pedagang grosir, lalu ke pedagang eceran dan kemudian konsumen.
Sementara, untuk daging sapi, dari produsen, lalu ke pedagang grosir, pedagang eceran dan terakhir ke konsumen. Selanjutnya untuk komoditi daging ayam ras yakni dari produsen, langsung ke pedagang eceran dan sampai ke konsumen akhir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News