Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Tim Kajian Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam bagi Pembangunan Ekonomi Papua akan melibatkan sejumlah perusahaan untuk berpartisipasi dalam penyusunan kajian pengembangan Papua. Mereka adalah PT Freeport Indonesia dan BP Tangguh.
Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rizky Ferianto mengatakan, tim akan segera mengundang tenaga ahli baik dari swasta maupun akademisi untuk memperkuat kajian tim. "Kalau dari perusahaan ada Freeport, BP Tangguh dan perusahaan lain yang bergerak di sektor kehutanan," katanya, akhir pekan lalu.
Baru-baru ini pemerintah merilis Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tim Kajian Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Bagi Pembangunan Ekonomi Papua. Tugas utama tim ini merumuskan langkah-langkah yang dilakukan untuk menata pengelolaan sumber daya alam Papua.
Rencana pembangunan smelter tembaga di Papua juga termasuk salah satu tugas kajian tim yang diketuai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Andrinof Chaniago dan beranggotakan sembilan kementerian/lembaga ini.
Rizky yang juga Sekretaris tim khusus ini bilang, saat ini kajian tim khusus masih membahas hal umum terkait seluruh aspek mulai dari kehutanan, sumber daya mineral, kewilayahan, pertanian, listrik, air, dan infrastruktur.
Namun, ke depan, kajian tim khusus akan mengerucut ke isu prioritas terkait sumber daya alam. "Dua bulan ini masih hal umum, tapi ke depan akan mengerucut ke hal prioritas dan bagaimana hasil evaluasinya," ujar dia.
Rizky bilang, agar kajian yang disusun bisa komprehensif, tim yang kerap disebut sebagai tim khusus persiapan pembangunan pabrik pemurnian (smelter) di Papua ini akan melibatkan tenaga ahli dari perusahaan seperti Freeport selaku produsen tembaga olahan tanpa pemurnian alias konsentrat dan BP Tangguh selaku produsen gas alam cair (LNG). "Sesuai dengan Keppres, anggota kami ada tenaga ahli untuk memperkuat tim kajian, seperti perusahaan," ujar Rizky.
Namun, Natsir Mansur, Ketua Asosiasi Tembaga dan Emas Indonesia (ATEI) pesimistis tim khusus ini akan efektif mengawal pembangunan smelter di Papua.
Sebab, sebelumnya pemerintah telah gagal melakukan percepatan hilirisasi mineral yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 3/2013 tentang percepatan hilirisasi mineral yang melibatkan delapan kementerian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News