kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.769   -9,00   -0,06%
  • IDX 7.470   -9,22   -0,12%
  • KOMPAS100 1.154   0,14   0,01%
  • LQ45 915   1,41   0,15%
  • ISSI 226   -0,75   -0,33%
  • IDX30 472   1,48   0,31%
  • IDXHIDIV20 570   2,21   0,39%
  • IDX80 132   0,22   0,17%
  • IDXV30 140   0,97   0,69%
  • IDXQ30 158   0,51   0,33%

Kembangkan ekonomi hijau, OECD: Aspek lingkungan dalam perpajakan perlu digenjot


Rabu, 10 Juli 2019 / 12:25 WIB
Kembangkan ekonomi hijau, OECD: Aspek lingkungan dalam perpajakan perlu digenjot


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia memiliki potensi pertumbuhan ekonomi hijau yang besar. Untuk itu, pemerintah perlu berupaya menyatukan pertimbangan lingkungan ke dalam rencana pembangunan ekonomi.

Direktur Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) Rodolfo Lacy mengatakan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi hijau, aspek lingkungan dalam perpajakan perlu digenjot. Penggunaan instrumen seperti pajak hijau dan penetapan harga jasa yang mencerminkan biaya lingkungan (cost-reflective) dapat membuat transisi menuju pertumbuhan hijau lebih efektif secara biaya.

Menurutnya, pendapatan pajak terkait lingkungan mencapai 0,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2016. Angka ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan mayoritas negara OECD dan G20 seperti Turki, Afrika Selatan, Meksiko, dan Chile yang berada di level lebih dari 1%.

Pajak kendaraan menyumbang sebagian besar dari pendapatan ini. “Secara umum, sistem perpajakan perlu lebih selaras dengan sasaran lingkungan. Selain itu, perlu diterapkan prinsip yang mengharuskan pencemar membayar pencemaran yang dimbulkan (polluter-pays principle),” kata Rodolfo dalam acara Tinjauan Kebijakan Pertumbuhan Hijau, di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rabu (10/7).

Pajak energi yang masih rendah membuat penghematan energi dan transisi ke sumber energi yang lebih bersih tidak menarik. Dengan hanya dua instrumen pajak energi bertarif rendah, 86% untuk bahan bakar beremisi CO2 yang dihasilkan sektor energi tidak dikenai pajak. Meski karbon sempat dipertimbangkan pada 2009, tetapi belum dilaksanakan.

Di sisi lain, Rodolfo menilai pajak kendaraan sudah tinggi, tetapi tidak mendorong pengguna untuk membeli kendaraan beremisi rendah. Dia berharap perluasan kebijakan tarif jalan raya bisa membantu mengatasi eksternalitas di sektor transportasi sekaligus mendapatkan pendanaan untuk infrastruktur.

Rodolfo menganggap pungutan pendapatan dari ekstraksi sumber daya alam membaik. Hal ini dicapai berkat transparansi, tata kelola guna lahan, dan penegakan hukum yang lebih baik. 

“Peningkatan tarif royalti, secara khusus di sektor kehutanan, dapat membantu pemerintah mendapatkan nilai penuh sewa ekonomi dari penggunaan sumber daya alam,” kata Rudolfo.

Maka dari itu, melalui upaya ini Indonesia berpeluang memetik manfaat kebijakan mendorong pencapaian target baik sosio-ekonomi maupun lingkungan. 

Rudolfo menegaskan kebijakan sektoral sangat penting selaras dengan sasaran lingkungan dan hukum lingkungan dilaksanakan dan ditegakkan dengan efektif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×