kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45916,37   -3,13   -0.34%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Keluhkan hartanya dirampas, Akil gugat UU TPPU


Jumat, 29 Agustus 2014 / 15:29 WIB
Keluhkan hartanya dirampas, Akil gugat UU TPPU
ILUSTRASI. Ilustrasi uang yuan China di depan bendera China. (REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo GLOBAL BUSINESS WEEK AHEAD)


Reporter: Fahriyadi | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Sangkaan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang ditujukan kepada tersangka korupsi kasus suap sengketa pemilihan umum kepala daerah, M. Akil Mochtar ternyata berbuntut panjang. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengajukan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU.

MK menggelar sidang perdana terkait sejumlah pasal yang digugat Akil selaku pemohon dalam perkara ini, Jumat (29/8). Kuasa hukum pemohon, Adardam Achyar mengungkapkan meskipun kliennya telah divonis seumur hidup oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), namun terdapat beberapa hak konstitusi yang terlanggar sehingga merugikan Akil dalam kasusnya ini. "Kami menggugat pasal 2 ayat 2, pasal 3, pasal 4, pasal 5 ayat 1, pasal 69, pasal 76 ayat 1, pasal 77, pasal 78 ayat dan pasal 95 UU 8/2010," katanya.

Dia bilang mencontohkan pasal 2 ayat 2 merugikan konstitusional Akil terkait frasa patut diduga menimbulkan ketidak pastian hukum. Pasal 2 ayat 2 berbunyi : "Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana pencucian uang".

Frasa ini juga ditemukan pada pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 ayat 1. Munculnya frasa ini menimbulkan anggapan bahwa jika terpenuhinya unsur patut diduga, maka tak diperlukan lagi proses pembuktian sehingga bertentangan dengan UUD 1945.

Selain itu, Adardam menambahkan bahwa munculnya TPPU adalah karena adanya tindak pidana asal, namun ketentuan ini juga yang membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi tidak memiliki kewajiban untuk membuktikan tindak pidana asal.

"Selain itu, kami juga mempertanyakan pasal 76 ayat 1 soal kejelasan siapa yang dimaksud dengan penuntut umum untuk melakukan penuntutan dalam perkara TPPU, apakah KPK atau Kejaksaan," katanya.

Hakim Konstitusi, Wahiduddin Adams menilai uji materi ini harus diperbaiki terutama tentang fokus kerugian konstitusional yang dialami pemohon. "Perbaikan ini dilakukan sehinggga tidak rumit bagi majelis hakim untuk memahami tali temali dari gugatan ini," ujarnya.

Hakim Konstitusi MK memberikan waktu 14 hari kerja kepada pemohon untuk memperbaiki gugatannya sebelum memasuki sidang pemeriksaan pertama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×