Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China diperkirakan masih akan berlanjut hingg tahun depan. Kondisi yang tidak menguntungkan ini akan berdampak pada penerimaan bea masuk.
Padahal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 pemerintah menargetkan penerimaan bea masuk sebesar Rp 40 triliun. Angka ini lebih tinggi 6,7% dari outlook 2019 sebesar Rp 37,5 triliun.
Baca Juga: Insentif PPN dan PPnBM serap 60% belanja pajak pemerintah di 2018
Direktur Jendrral (Dirjen) Direktoran Jendral Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu Heru Pambudi tidak memungkiri pelemahan harga komoditas masih dapat berlanjut pada 2020.
Untuk itu DJBC akan menggalakkan bea masuk dengan menggali potensi yang sudah ada sebelumnya, tapi belum dimaksimalkan.
“Butuh ekstra effort, rencana tahun depan akan menertibkan importir yang belum tercatat secara administratif. Sehingga akan meningkatkan tax base, biar yang baru bagaimana caranya bisa masuk,” kata Heru kepada Kontan.co.id, Kamis (22/8).
Namun, katalis positif pun ada yang mewarnai penerimaan bea masuk. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meneken aturan tarif bea masuk anti dumping (BMAD) produk baja dari Republik Rakyat Tiongkok, Singapura, dan Ukraina.
Kebijakan tarif ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No 111/ PMK 010/2019 tentang pengenaan bea masuk anti-dumping terhadap impor produk Hot Rolled Plate (HRP) dari negara Republik Rakyat Tiongkok, Singapura dan Ukraina.
Bahkah BMAD dikabarkan meluas sampai ke barang-barang Uni Eropa. Menanggapi hal tersebut, Heru menilai kebijakan ini bukan semata-mata keputusan DJBC.
Baca Juga: Belanja pajak tahun 2018 meningkat mencapai 221,1 triliun tahun 2018
“Tergantung dari Kementerian/Lembaga (K/L) terkait akan menerapkannya seperti apa, barang apa saja belum tau. Bea Cukai bukan inisiator utama,” ucap Heru.
Heru memastikan, DJBC terus menyempurnakan penertiban importir, eksportir, dan cukai berisiko tinggi. Serta penyempurnaan implementasi Sistem Kepatuhan dan Pengguna Jasa (SKPJ).
Dia juha menegaskan bahwasannya DJBC adalah lembaga yang fungsinya tidak semata-mata soal penerimaan negara. Tetapi juga membangun harmonisasi yang dibutuhkan industri domestik dan pelaku usaha untuk ketersediaan bahan baku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News