Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menetapkan target penerimaan pajak konsumsi pada tahun 2024 lebih tinggi dari outlook tahun ini sebesar Rp 742,3 triliun. Kenaikan target pajak konsumsi ini seiring dengan tingkat konsumsi dan permintaan domestik yang tetap solid.
Mengutip Buku II Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) ditargetkan mencapai Rp 810,4 triliun atau naik 9,2% dari outlook tahun 2023.
"Target tersebut sejalan dengan tingkat konsumsi dan permintaan dalam negeri yang tetap solid seiring semakin membaiknya aktivitas perekonomian," tulis pemerintah, dikutip Minggu (20/8).
Baca Juga: Intip Sejumlah Rencana Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Depan
Direktur Eksekutif MUC Tax Research, Wahyu Nuryanto, mengatakan, kunci utama untuk meningkatkan penerimaan PPN dan PPnBM adalah dengan menjaga tingkat konsumsi masyarakat tetap tinggi pada tahun depan.
Dalam konteks ini, pernyataan Presiden Joko Widodo yang akan menaikkan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun depan menjadi sangat relevan.
"Saya melihat, kenaikan gaji ASN akan menjadi faktor pengungkit daya beli masyarakat, sehingga bisa memicu permintaan atas barang dan jasa," ujar Wahyu kepada Kontan.co.id, Sabtu (19/8).
Menurutnya, naiknya permintaan barang dan jasa tersebut akan menjadi daya ungkit langsung bagi penerimaan PPN dan PPnBM. Selain itu, adanya momen pemilu pada tahun depan juga akan menjadi pendorong tercapainya target penerimaan pajak konsumsi pada tahun depan.
"Kegiatan pemilu bisa menjadi sisi lain yang bisa memicu permintaan masyarakat," katanya.
Baca Juga: Kementerian ESDM Beberkan Tantangan Program Konversi Motor Listrik
Di samping itu, anggaran belanja pemerintah pusat yang naik 6,5% dibanding outlook tahun 2023 juga bisa menjadi faktor penting dalam mendorong konsumsi masyarakat.
Ia menilai, meski tidak secara langsung diberikan kepada masyarakat, namun belanja pemerintah pusat bisa menimbulkan efek lanjutan bagi kegiatan ekonomi. Apalagi, pertumbuhan anggaran belanja pemerintah pusat pada tahun 2024, lebih tinggi dari pertumbuhan outlook tahun 2023 dibanding 2022 yang hanya 0,8%.
Kendati begitu, Wahyu memberikan catatan di sisi belanja subsidi pada tahun depan yang hanya tumbuh 4,2% dibandingkan outlook tahun 2023. Pertumbuhan ini melambat, atau lebih rendah dari outlook belanja subsidi tahun 2023 yang diperkirakan tumbuh 7,4%.
Padahal, menurutnya subsidi memberikan dampak besar pada peningkatan konsumsi masyarakat. Hal ini terbukti ketika pandemi Covid-19 di mana besarnya pemberian subsidi dan bantuan sosial (bansos) mampu menjaga kegiatan ekonomi tetap bergerak di masa pembatasan sosial.
Di sisi lain, Wahyu tidak menyarankan pemerintah untuk mengerek tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan meskipun telah diamanatkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) paling lambat pada 1 Januari 2025.
"Saya melihat belum ada urgensi untuk melakukan itu," terang Wahyu.
Baca Juga: Pemilu Diyakini akan Berdampak Positif Pada Penerimaan Pajak 2024
Senada dengan Wahyu, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar juga menduga bahwa pemerintah tidak akan berani memutuskan kenaikan tarif PPN sebesar 12% pada tahun depan lantaran ada pemilu 2024.
"Kalau pemerintah berani menaikkan tarif PPN di tahun politik, bunuh diri politik namanya," kata Fajry kepada Kontan.co.id, Sabtu (19/8).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga memberi sinyal belum akan menaikkan tarif PPN pada tahun depan. Oleh karena itu, tarif PPN 2024 kemungkinan masih akan mengikuti tarif PPN 11% yang sudah berlaku saat ini.
Baca Juga: Begini Prospek Saham Emiten Rokok Hingga Akhir 2023
"Untuk UU, terutama tarif telah ditetapkan dalam UU HPP, jadi UU APBN kita akan menggunakan tarif yang sama (11%)," jelas Sri Mulyani dalam Konferensi Pers di DPR, Jumat (19/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News