Sumber: TribunNews.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pengamat hukum dan perbankan, Pradjoto menyebut penambahan suntikan dana Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) sebesar Rp 632 miliar menjadi Rp 6,7 triliun yang dianggap sebagai pembengkakan, merupakan asumsi yang salah.
Ia mengungkapkan, dirinya masih ingat pernyataan Robert Tantular di KPK yang mengatakan waktu itu dirinya membutuhkan uang Rp 1 triliun dan kemudian menjadi Rp 6,7 triliun.
"Waktu itu dia (Robert Tantular) berbicara mengenai different nominal," ujar Pradjoto di Jakarta, Kamis (6/3).
Menurut dia, FPJP itu adalah kebutuhan likuiditas Bank Century pada detik itu. Sedangkan dana Rp 6,7 triliun itu adalah jumlah nilai untuk membereskan berbagai hal yang ada di Bank Century pada waktu itu, seperti, membereskan aktiva produktif yang memburuk, termasuk di dalamnya LC-LC yang bodong.
Lebih lanjut Pradjoto mengatakan dana tersebut juga untuk membereskan kredit-kredit macet ditambah dengan dana pihak ketiga (DPK) yang harus dibayar pada waktu itu.
"Sehingga Rp 6,7 triliun dan Rp 632 miliar itu konteksnya sama sekali berbeda," tuturnya.
Menurutnya menyatupadukan kedua hal itu merupakan suatu hal yang tidak masuk akal bagi orang perbankan. Lebih tidak masuk akal lagi, kata Pradjoto, kalau uang Rp 6,7 triliun tersebut dibawa memakai kontainer.
Pradjoto menegaskan FPJP itu bukanlah uangnya yang diambil. "Uang itu tidak kemana-mana, cuma ada di Bank Indonesia. Supaya rekening Bank Century pada waktu itu diverifikasi tidak merah, maka FPJP itu diberikan sehingga likuiditynya cukup dan dia masuk lagi di dalam kliring. Karena sebelumnya kan dia kalah kliring," katanya. (Danang Setiaji Prabowo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News