kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,06   -1,69   -0.19%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kebijakan impor 5:1 dinilai mematikan bisnis penggemukan sapi


Minggu, 08 Juli 2018 / 16:03 WIB
Kebijakan impor 5:1 dinilai mematikan bisnis penggemukan sapi
ILUSTRASI. Sapi impor


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan impor sapi bakalan dengan skema 5:1 dianggap bisa mematikan bisnis penggemukan sapi. Skema 5: 1 adalah kondisi di mana setiap mengimpor lima ekor sapi bakalan, importir harus mendatangkan satu sapi indukan.

Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana berpendapat importir sapi bakalan (feedloter) tidak akan sanggup menjalankan kebijakan tersebut. "Feedloter pasti tidak akan kuat. Kalau kebijakan tersebut dipaksakan ya sudah, selesai. Satu per satu akan menutup bisnisnya," ujar Teguh kepada Kontan.co.id, Minggu (7/7).

Menurut Teguh, bisnis penggemukan sapi memang hanya merupakan pendukung, dan produksi sapi di dalam negeri merupakan prioritas. Namun, pemerintah pun harus realistis bahwa impor daging pun masih diperlukan.

Menurut Teguh, impor daging terbagi atas dua. Impor daging dalam bentuk daging beku dan impor daging dalam bentuk daging bakalan. "Kalau dalam bentuk sapi masih ada kesempatan untuk menggemukkan, dan ini memiliki nilai tambah. Bisa menyerap tenaga kerja, dan ada farm inputnya," terang Teguh.

Bila bisnis penggemukan sapi ini tidak berlanjut, akan ada dua konsekuensi yang akan diterima. Pertama, kurangnya stok daging di dalam negeri. Kedua, Indonesia akan sangat tergantung kepada impor daging beku.

Menurut Teguh, bila pemerintah ingin bisnis penggemukan ini tidak hanya mengungtungkan pengusaha, maka pemerintah bisa melibatkan peternakan rakyat. Ini sekaligus dapat menciptakan lapangan kerja.

Bila pemerintah juga ingin bisnis pembibitan (breeding) dilirik pengusaha, maka pemerintah harus menunjukkan bagaimana rujukan breeding yang tepat. "Seharusnya UPT Breeding pemerintah dijadijan tolak ukur bagaimana untuk menghasilkan sapi. Kalau mereka tidak bisa menunjukkan bahwa usaha itu sukses, jangan memaksa pengusaha untuk terjun ke bisnis tersebut," ujar Teguh.

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) Didiek Purwanto pun memperkirakan impor sapi bakalan tahun ini akan berkurang sebesar 30% - 40% dibandingkan realisasi tahun lalu, di mana realisasi impor sapi bakalan 2017 sebanyak 480.000 ekor.

Penurunan impor ini akibat adanya kekhawatiran feedloter atas kebijakan 5:1 serta masuknya daging beku yang menekan harga daging di dalam negeri.

Sampai saat ini, sudah sudah ada beberapa feedloter yang menghentikan kegiatan usahanya akibat kekhawatiran atas kebijakan impor 5:1. Didiek bilang, dari 39 anggota Gapuspindo, tercatat 5 pengusaha yang menghentikan kegiatan usahanya dan feedloter lainnya turut mengurangi jumlah impor sapi bakalan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×