kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Keberadaan UU Logistik kian mendesak


Senin, 01 September 2014 / 23:09 WIB
Keberadaan UU Logistik kian mendesak
ILUSTRASI. TikTok rilis fitur refresh FYP tanpa hapus cache.


Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Lembaga independent yang aktif dalam kegiatan kemajuan bidang logistik dan supply chain, Supply Chain Indonesia (SCI) mengusulkan agar pemerintah membentuk Undang -Undang Logistik. Hal ini karena sistem logsitik kedepannya sangat penting dalam mengembangkan konektivitas untuk membangun kesejahteraan dan daya saing nasional.

Menurut Pakar Hukum Supply Chain Indonesia Dhanang Widijawan secara hirakhis peraturan perundang-undangan, upaya ini dapat dilakukan dengan cara meng-upgrade (meningkatkan) status dan kedudukan Perpres No. 26 Tahun 2012 tentang Sislognas menjadi UU Logistik.

"Dengan status dan kedudukan hukum setingkat UU, maka regulasi-regulasi (dari derajat tertinggi hingga terendah) yang mengatur aktivitas-aktivitas logistik, secara ipso jure (demi hukum) akan mengarah pada sinkronisasi dan harmonisasi hukum," ujar Dhanang dalam keterangan tertulis yang diperoleh KONTAN, Senin (1/9).

Dengan pembentukan UU Logistik, Dhanang mengatakan aktivitas-aktivitas bisnis logistik melalui berbagai kelembagaan akan lebih memperoleh kepastian hukum, berjalan dengan tertib, dan mencerminkan keadilan, berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance (GG) dan Good Corporate Governance (GCG).

Selain itu, dengan berbentuk UU (Logistik), pihak-pihak terkait akan mudah untuk menjadikannya sebagai acuan dan menurunkannya dalam peraturan-perundangan di bawahnya, baik di tingkat pusat maupun daerah. Untuk menjamin koordinasi dan pengendalian terhadap kementrian, lembaga dan institusi baik pemerintah pusat maupun daerah, perlu juga dibentuk sebuah lembaga independen yang bertugas memantau implementasi Sislognas, mengidentifikasikan kendala dan permasalahan, menganalisis dan merekomendasikan solusi kepada pihak-pihak terkait.

"Untuk efektivitas kerja, lembaga ini harus mempunyai otoritas terhadap kementerian, lembaga, dan institusi terkait." Dalam hal ini SCI bersedia menjadi fasilitator untuk berbagai pihak yang berkepentingan dan berkompeten, dalam rangka penyusunan Naskah Akademik dan Draft Rancangan UU Logistik.

Revisi Siglognas

Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas) yang ditetapkan dengan Perpres No. 26 Tahun 2012 banyak menghadapi kendala, sehingga beberapa Program dan Rencana Aksi pada Tahap I tidak akan dapat tercapai hingga tahap tersebut berakhir, yaitu tahun 2015.

Setijadi, Chairman Supply Chain Indonesia (SCI), menyatakan bahwa Pemerintah baru perlu segera melakukan revisi terhadap Sislognas. Selain untuk melakukan koreksi terhadap hasil pencapaian Program dan Rencana Aksi, Pemerintah baru perlu mengkaji pula beberapa prinsip yang belum berjalan.

Salah satunya adalah penetapan jenis komoditas penggerak utama yang semestinya dilakukan pada tahap awal implementasi Sislognas, namun hingga kini belum selesai dilakukan. "Komoditas penggerak utama ini merupakan penghela (driver) dari seluruh kegiatan logistik dan menjadi faktor penting dalam penetapan kebijakan logistik nasional," ujar Setijadi.

Selain itu perlu dilakukan revisi terhadap beberapa konsep di dalamnya, terutama Konsep Logistik Maritim yang tidak sejalan dengan Tol Laut yang menjadi konsep Pemerintah baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×