Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani angkat bicara atas wacana kebijakan pematokan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Menurutnya kebijakan tersebut dianggap rentan.
Ia mencontohkan tahun 1998 saat Indonesia melakukan pematokan kurs yang akhirnya memberikan tekanan yang lebih besar karena melawan pasar.
Walaupun begitu, ia menyatakan kejadian dengan saat ini sudah berbeda. Pemerintah dapat mematok kurs rupiah terhadap dollar, dengan syarat memiliki cadangan devisa yang besar.
Sedangkan menurutnya, saat ini pembentukan devisa Indonesia masih lambat karena pemerintah tidak serius menggarap ekspor. Hal tersebut terlihat dari ekspor yang tertinggal dibandingkan negara kompetitor sehingga rentan terhadap pada pelemahan.
Hariyadi menjelaskan saat ini nilai ekspor Indonesia berkisar Rp 165 miliar sampai Rp 170 miliar, sedangkan Thailand yang memiliki jumlah penduduk lebih sedikit mampu mendapatkan sekitar Rp 220 miliar di luar pariwisata. Sedangkan dari pariwisata, Thailand memiliki wisatawan sekitar 30 juta.
Lanjutnya, kebijakan pematokan tersebut akan memberikan ruang kepada para spekulan untuk bermain di dalamnya. Oleh sebab itu, Hariyadi menyarankan untuk saat ini membiarkan nilai tukar rupiah bergerak terus sampai memiliki devisa yang besar.
Hariyadi menyarankan untuk meningkatkan daya ekspor, secara bertahap pemerintah dapat mendukung dengan mengurangi impor. Selain itu, juga harus dengan mencari barang substitusi di dalam negeri.
Ia mengungkapkan Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang besar untuk melakukan ekspor. Hariyadi mencontohkan di sektor perikanan.
Menurutnya, Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan hanya cenderung mendorong dalam penegakan hukum saja. Sedangkan untuk produk hasil tangkapannya yang sebenarnya dapat diolah dan diekspor tidak diperhatikan sehingga ekspor pada sektor perikanan mengalami penurunan.
Selain itu, pemberian insentif terhadap produk olahan juga dinilai perlu karena dapat meningkatkan nilai ekspor.
Saat ini pengusaha melakukan antisipasi terhadap risiko kurs dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian harga, peninjauan kapasitas produksi, dan mencari barang substitusi dalam negeri.
Sedangkan untuk proyeksi nilai tukar rupiah, Hariyadi menyatakan pengusaha hanya mengikuti arus karena tidak dapat menentukan berapa kemungkinan nilai tukar rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News