Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai, meski kasus harian Covid-19 di Tanah Air mengalami penurunan, Indonesia dianggap belum melewati puncak pandemi.
Anggapan itu disampaikan Dicky dengan melihat positivity rate Indonesia yang masih di atas 10%. Sebab, salah satu kriteria negara sudah melewati puncak pandemi, yaitu apabila positivity rate di bawah 8 persen selama dua pekan.
"Kalau misalnya dalam situasi Indonesia, ketika dikatakan puncaknya terjadi, tapi di tengah test positivity rate yang di atas 10%, tentu itu tidak kuat argumentasinya. Karena menandakan testing kita, tracing kita itu tidak memadai," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (27/3/2021).
Baca Juga: UPDATE Corona Indonesia, Sabtu (27/3): Tambah 4.461 kasus baru, terus pakai masker
Lanjut Dicky, ada beberapa kriteria lainnya yang menjadi indikator apabila suatu negara ingin dikatakan sudah melewati puncak pandemi.
Menurut dia, kondisi suatu negara dapat dikatakan sudah melewati pandemi jika negara itu mengalami penurunan kasus harian yang signifikan selama dua minggu.
"Umumnya puncak itu diketahui bahkan dua minggu setidaknya dari atau sejak puncak itu terlewati. Jadi ada tren yang sangat menurun, signifikan," terangnya.
Jika melihat kondisi Indonesia yang di mana tingkat positivity rate masih di atas 10 %, meski terjadi penurunan kasus harian, menurut Dicky, kondisi itu belum dapat dikatakan telah melewati puncak pandemi.
"Jauh lebih banyak kasus infeksi di masyarakat yang tidak terdeteksi. Jadi bagaimana kita mengatakan bahwa kita sudah mencapai puncak?" ungkapnya.
Lebih jauh, menurutnya, Indonesia juga akan melewati puncak pandemi yang berbeda waktunya di setiap daerah. Hal ini tergantung pada program testing, tracing, dan treatment (3T) serta strategi 5M yang dilakukan pemerintah daerah (pemda) masing-masing.
"Dan juga strategi public health mereka misalnya pengetatan-pengetatan. Nah, ini tentu akan bervariasi," tutur dia.