Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Kapolri Jenderal Pol Sutarman akhirnya angkat bicara soal penyebutan namanya dalam dokumen serupa berita acara pemeriksaan (BAP) saksi Hambalang, Sylviana Sholeha alias Bu Pur. Ia menyatakan tidak mengenal sejumlah pihak yang disebutkan oleh Sylvana dalam dokumen tersebut.
"Wah kalau urusan Hambalang nggak ada kaitannya mas. Orang-orang itu saya enggak kenal," kata Sutarman melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Jumat (6/12/2013) malam.
Kendati demikian, Sutarman mengakui bahwa ia mengenal sosok Sylvana. Hanya saja, ia menegaskan bahwa dirinya tak ada kaitannya dengan proyek Hambalang. "Bu Pur saya kenal. Tapi kalau urusan Hambalang enggak ngerti sama sekali," tegasnya.
Sementara itu, KPK menyatakan tak akan serta-merta akan memeriksa Sutarman lantaran namanya disebut-sebut dalam kesaksian seseorang.
Nama Sutarman disebut dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasus korupsi pembangunan peningkatan sarana dan prasarana olahraga di Hambalang Tahun Anggaran 2010-2012 atas tersangka Deddy Kusdinar dengan saksi Sylviana.
Dalam BAP yang beredar di kalangan wartawan, Sutarman dimintai bantuan untuk mengamankan proyek Hambalang dari ancaman beberapa LSM dan pendemo. Dari BAP dengan logo KPK dan tanggal pemeriksaan 28 Mei 2013, di poin tujuh, penyidik KPK meminta Bu Pur menjelaskan proses pertemuannya dengan Deddy Kusdinar.
Bu Pur mengaku ditelepon seseorang pada 2010. Seseorang itu yang disebutnya sebagai Widodo Wisnu Sayoko, sepupu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang akhirnya mengenalkannya kepada Deddy Kusdinar.
"Bunda, ini saya mau minta tolong, ada orang Kemenpora ingin minta bantuan, bahwa ada ancaman berupa selembar kertas dari LSM. Bisa enggak minta tolong Kapolda Metro," kata Bu Pur, menirukan ucapan Widodo yang tercantum dalam BAP tersebut.
Bu Pur kemudian menjawab "nanti dulu, saya hubungi dulu."
Bu Pur kemudian mengaku menelepon istri Sutarman yang saat itu masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya. Istri Sutarman adalah Ely, yang akrab disapa Bu Pur dengan sapaan "Dik Ely".
Bu Pur: "Dik, ini saya mau minta tolong, ada orang Kemenpora yang dapat masalah, bisa nggak sampaikan ke Dik Tarman (Sutarman)."
Dik Ely: "Bisa Mbak, sebentar nanti saya sampaikan (ke) Mas."
Tidak berapa lama, kata Bu Pur, ia kembali menelepon Ely dan mengatakan, "Bagaimana, apa Dik Tarman sudah bisa bertemu?"
Lalu, Dik Ely menjawab, "Bisa mbak, sudah ditunggu."
Selanjutnya, Bu Pur mengajak Widodo dan seorang dari pejabat Kemenpora membuat janji untuk bertemu Sutarman. Ketiganya berangkat menemui Sutarman secara terpisah, dan bertemu di ruang tamu dekat ruangan ADC Kapolda (Metro Jaya).
"Di ruang tunggu tamu Kapolda Metro itulah saya diperkenalkan oleh Widodo kepada Deddy Kusdinar. Saya menunggu lama di ruang ADC karena Pak Tarman sedang mengantar Pak Presiden ke Bandara Halim," kata Bu Pur kepada penyidik KPK.
Setelah Sutarman datang dan masuk ke ruangan Kapolda, Bu Pur masih menunggu lama, sampai akhirnya menghampiri ajudan karena merasa kesal. "Kenapa kok saya tidak disuruh masuk-masuk, kan sudah menunggu lama. Saya sudah janjian sama Pak Kapolda lho..." kata Bu Pur kepada seorang ajudan Kapolda, saat itu.
Setelah itu, barulah Bu Pur, Widodo, dan Deddy Kusdinar masuk ke ruangan Sutarman. Dalam BAP disebutkan, Bu Pur duduk di sofa depan meja kerja Kapolda dan mengenalkan Widodo serta Deddy Kusdinar kepada Sutarman.
"Widodo mengenalkan kalau yang di sebelahnya adalah Deddy Kusdinar dari Kemenpora yang ingin minta bantuan Bapak (Sutarman). Yang saya dengar, Widodo dan Deddy menyampaikan kalau menerima selembar kertas dari pendemo," kata Bu Pur.
Kepada penyidik KPK, Bu Pur mengaku tak banyak mendengarkan percakapan antara Widodo, Deddy, dan Sutarman. Dalam pertemuan itu ia mengaku menghabiskan waktu sambil membaca-baca majalah.
"Lalu di akhir pertemuan, saya mendengar kalau Pak Tarman memerintahkan anggotanya untuk segera ke kantor Kemenpora. Lalu kami pamit pulang," ujar Bu Pur.
Kompas.com belum berhasil melakukan konfirmasi terkait BAP ini ke KPK. Kapolri juga belum dapat diminta komentar terkait BAP ini.
Untuk diketahui, Widodo disebut-sebut orang yang dekat dengan pihak Istana. Dalam persidangan, Widodo mengaku kenal dan pernah bertemu dengan Sylvia Sholeha alias Bu Pur. Namun, Widodo membantah pernah membahas proyek Hambalang dengan Bu Pur.
Dalam kasus ini, Deddy selaku Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora saat itu didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain, yakni mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng melalui Andi Zulkarnain Mallarangeng, Wafid Muharram, mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Mahyudin, petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus, Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso, anggota DPR Olly Dondokambey, mantan Kepala BPN Joyo Winoto, Lisa Lukitawati, Anggraheni Dewi Kusumastuti, Adirusman Dault, Aminullah Aziz, serta korporasi.
Atas perbuatannya, Deddy terancam hukuman 20 tahun penjara. Selain Deddy, KPK juga menetapkan tiga tersangka lain, yaitu Andi, Teuku Bagus, dan Machfud Suroso.
KPK juga menetapkan Anas sebagai tersangka atas dugaan menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang. Dalam perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus ini merugikan negara sebesar Rp 463,6 miliar. (Dani Prabowo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News