Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Wacana pembentukan Densus Anti Korupsi di Kepolisian dinilai tidak tepat. Pasalnya, keberadaan densus anti korupsi ini dinilai mubazir atau berlebihan.
Seharusnya, kalau kepolisian serius memberantas korupsi, maka Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) yang dioptimalkan fungsinya.
Pendapat itu disampaikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad di Balai Kartini, Kamis (5/12).
"Kalau menurut saya, (densus anti korupsi) itu mubazir, berlebihan. Seharusnya yang dioptimalisasi kepolisian itu bareskrimnya. Kan mereka punya unit tipikor. Jadi, tidak perlu bentuk unit lain, itu jadi mubazir," tutur Abraham.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Cahaya Purnama di tempat yang sama sependapat dengan Abraham. Ia menilai, seharusnya KPK yang diperkuat bila ingin serius memberantas korupsi. Alasannya, pasca reformasi, seharusnya KPK tidak perlu ada bila institusi kepolisian bisa bekerja dengan baik dan efektif.
"Kenapa ada KPK, karena masyarakat waktu itu tidak percaya pada polisi dan jaksa, maka perlu ada badan superbody untuk bisa mengatasi korupsi, seperti di Hong Kong. Saya merasa, harusnya KPK yang kita perkuat," tuturnya.
Ide soal densus antikorupsi ini mulanya dilontarkan oleh anggota Komisi III, yakni Ahmad Yani (Fraksi PPP) dan Bambang Soesatyo (Fraksi Partai Golkar). Densus antikorupsi tersebut dianggap perlu dibentuk untuk mempercepat kinerja Polri dalam penanganan perkara korupsi yang termasuk dalam kejahatan luar biasa.
Ahmad Yani mengatakan, jika Kapolri Komjen Sutarman memprogramkan densus antikorupsi ini, maka DPR akan siap membantu dalam hal penganggaran.
Menanggapi usulan itu, Sutarman menyatakan berniat untuk segera mendirikan sebuah satuan baru di kepolisian, yakni densus antikorupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News