kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kapasitas pemda terbatas, Bank Dunia nilai penerimaan PBB di daerah sangat rendah


Selasa, 08 Oktober 2019 / 18:52 WIB
Kapasitas pemda terbatas, Bank Dunia nilai penerimaan PBB di daerah sangat rendah
ILUSTRASI. Kawasan pemukiman padat penduduk


Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menuju fase urbanisasi penuh Indonesia dalam dua hingga tiga dekade ke depan, Bank Dunia menilai kapasitas fiskal berbagai daerah di Indonesia masih minim. 

Salah satu penyebabnya adalah penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) dalam konteks perdesaan dan perkotaan (P2) yang masih sangat rendah secara nasional. Data per Juli 2019, penerimaan PBB P2 dari 538 daerah di Indonesia hanya mencapai sekitar Rp 23 triliun. 

Dalam laporan riset bertajuk “Time To ACT: Realizing Indonesia’s Urban Potential”, Bank Dunia mengatakan, masih terdapat ruang lingkup yang cukup besar untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), terutama dari penerimaan PBB. Pendapatan di masing-masing daerah menjadi kian penting mengingat pada 2045 diperkirakan sebanyak 70% populasi Indonesia akan tinggal di perkotaan yang mana membutuhkan prasarana dan layanan dasar relatif besar. 

Baca Juga: PBB daerah rendah, CITA: Banyak potensi penerimaan tidak terpotret

Tim ekonom Bank Dunia dalam laporan ini menilai, Indonesia menerapkan konsep yang kurang tepat di mana tanggung jawab utama pemerintah daerah hanya atas pembelanjaan. Sementara pemerintah pusat yang menghasilkan sebagian besar pendapatan.

“Oleh karena itu, bahkan di kawasan paling urban, pendapatan PBB lebih rendah dibandingkan negara maju seperti Amerika Serikat di mana 30% pendapatan pemerintah daerah berasal dari pajak properti pada 2014,” tulis Bank Dunia dalam laporan itu. 

Data terakhir Bank Dunia menunjukkan, penerimaan PBB Indonesia secara nasional hanya setara 0,57% dari PDB. Ini merupakan salah satu rasio terendah di antara negara-negara G20, hanya lebih baik dari Meksiko, Turki, dan India. 

Bank Dunia menilai, masalah yang perlu diatasi daerah untuk meningkatkan penerimaan pajak bumi dan bangunan meliputi cakupan kadaster, tarif pajak terutama untuk kawasan perkotaan, dan tingkat pengumpulan (kolektabilitas) yang rendah. 

Keterbatasan kapasitas sistemik di Indonesia, menurut Bank Dunia, juga menghambat perpajakan daerah, khususnya PBB yang selama ini belum optimal. 

Baca Juga: Tren penerimaan pajak bumi dan bangunan kian melambat, ini sebabnya

“Pemerintah daerah tidak memiliki keahlian, kapasitas, dan informasi kadaster yang memadai dari Kementerian ATR/BPN untuk mengelola PBB,” tulis Bank Dunia. 

Lantas, Bank Dunia menyarankan agar diadakan program pelatihan dan pengembangan pengumpulan dan manajemen pajak untuk pemerintah daerah. Untuk administrasi perpajakan, pemda dapat menggunakan citra satelit, drone tanpa awak, dan metode otomatis untuk menyiapkan kadaster yang efektif. 

Pemerintah pusat juga harus mendukung pemerintah daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan sistem informasi dan manajemen objek pajak atau SISMIOP. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×