Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Hal tersebut dilihat dari adanya rencana perubahan skema pajak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga usulan amnesti pajak. Sementara, cadangan devisa turun dan tingkat debt to GDP yang naik signifikan sepanjang enam bulan terakhir.
“Kalau kita memaksakan peningkatan stimulus ketika kemampuan finansial pemerintah tidak memadai, yang kami khawatirkan adalah gangguan stabilitas ekonomi makro atau krisis kembali. Misal dalam bentuk krisis gagal bayar pemerintah/sovereign debt crisis seperti yg terjadi pada Yunani di 2009. Ini sangat ingin kami hindarkan karena tanpa stabilitas makro yang baik pemulihan ekonomi nasional tidak bisa terjadi,” kata Shinta.
Oleh karenanya, Shinta meminta pemerintah lebih fokus pada penguatan pengendalian pandemi di masyarakat dan fokus mendistribusikan stimulus-stimulus yang sudah dianggarkan.
Baca Juga: Ekonom Bank Mandiri: Pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021 5,5%-6% yoy
Akan jauh lebih baik bila stimulus tersebut yang bersifat konsumtif dikonversikan menjadi stimulus yang lebih produktif atau bisa menggerakkan ekonomi masyarakat setempat.
“Misalnya bansos atau relaksasi pemberian kredit untuk usaha kecil menengah, juga khususnya yang ada di sektor-sektor yang masih terkena krisis. Insentif-insentif seperti ini sangat penting untuk menggerakkan ekonomi dalam jangka pendek agar pemulihan ekonomi nasional memiliki trend yang terus stabil,” ujar Shinta.
Selanjutnya: Wika Beton (WTON) raih kontrak baru senilai Rp 1,99 triliun hingga Mei 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News