Reporter: Aurelia Lucretie | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia turut merespon kebijakan teranyar pemerintah soal Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang membebankan iuran sebesar 0,5% upah kepada pemberi kerja dan 2,5% kepada pekerja.
Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik KADIN Indonesia Chandra Wahjudi menyebut, pihaknya keberatan dengan pemberlakuan kebijakan tersebut lantaran menambah beban bagi pemberi kerja dan pekerja.
Baca Juga: Polemik Iuran Tapera, Pengamat: Katanya Gotong Royong, Tapi Kok Maksa?
Menurut Chandra, beban pembiayaan yang ditanggung para pemberi kerja sudah terlalu besar, lebih-lebih apabila ditambah dengan kewajiban Tapera sebesar 0,5%.
"Saat ini beban biaya yang ditanggung oleh pemberi kerja untuk jaminan sosial yang meliputi Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan lain-lain sudah berkisar antara 18-19%-an dari penghasilan pekerja," kata Chandra saat dihubungi Kontan, Selasa (28/5).
Menurutnya, iuran tambahan Tapera berpotensi mengancam produktivitas usaha.
Baca Juga: Pengamat Kebijakan Publik Sebut Iuran Tapera Belum Ada Urgensinya Bagi Masyarakat
"Jika ditambakan iuran Tapera yang mana take home pay pekerja akan berkurang 2,5% dan bagi pengusaha ektra biaya 0,5% dari penghasilan pekerja ini berpotensi menurunkan produktivitas kegiatan usaha," tambahnya.
Chandra bilang, sebaiknya pemerintah fokus dalam mengoptimalkan program-program yang sudah ada seperti Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek yang sudah menyediakan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Perumahan Pekerja.
Baca Juga: Hingga Pertengahan Mei 2024, Realisasi FLPP BP Tapera Mencapai Rp 9,22 Triliun
Selain itu, dia menyatakan, optimalisasi juga diperlukan dalam pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan manfaat lebih bagi masyarakat.
Dia menghendaki agar pemerintah mau mengkaji ulang kebijakan ini. "Kami berharap pemerintah bisa mempertimbangkan kembali pemberlakuan Tapera," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News