Reporter: Yohan Rubiyantoro, Hans Henricus , Lamgiat Siringoringo | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Tidak ada kejutan besar dari pengumuman susunan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, Rabu (21/10) malam. Hampir seluruh nama yang diungkap Presiden Susilo B. Yudhoyono sesuai dengan perkiraan sebelumnya.
Hanya satu nama meleset dari perkiraan. Yakni, Nila Djuwita Moeloek yang semula diplot sebagai Menteri Kesehatan. Belakangan, nama itu dicoret dan diganti dengan eselon II di Balitbang Depkes, Endang Rahayu Setyaningsih. Kabarnya, ahli bedah mata itu tidak lolos tes kesehatan.
Pemilihan Endang juga menimbulkan tanda tanya. Seorang sumber di Depkes bilang, Endang adalah mantan Kepala Puslitbang Biomedis dan Farmasi yang dekat dengan Naval Medical Research Unit (Namru) 2. Ia berseberangan dengan Siti Fadilah, Menkes sebelumnya, yang melarang seluruh rumahsakit mengirim sampel ke Namru-2.
Sejumlah kalangan menilai, kabinet baru yang diumumkan SBY-Boediono semalam juga masih jauh dari harapan. Secara umum, komposisi kabinet belum memuaskan. Penyebabnya, menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan, portofolio kabinet terlalu banyak dari partai politik.
Fadhil khawatir, dengan komposisi begini, kepentingan partai bakal mendominasi program-program pemerintah. Baginya, komposisi kabinet saat ini tidak jauh berbeda dengan penyusunan kabinet tahun 2004. “Ini seperti dejavu, terlalu banyak orang partai,” ucapnya kecewa.
Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning pun menilai susunan kabinet pilihan SBY tidak sesuai dengan janji peningkatan kesejahteraan rakyat. Ribka yang membidangi komisi bidang kesejahteraan rakyat meragukan figur menteri-menteri di bidang kesejahteraan rakyat.
Ribka menilai, Menteri Tenaga Kerja Muhaimin belum menguasai bidang ketenagakerjaan. Namun, ia berharap Muhaimin memiliki sikap seperti mantan Menakertrans Erman Suparno yang sangat komunikatif dengan para buruh dan TKI. “Menakertrans harus bisa membaur dengan rakyat dan tidak temperamen. Sebab, masalah buruh sangat kompleks,” katanya.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia Boni Hargens berpendapat, SBY memilih orang yang tidak kredibel. Ia mencontohkan, ada tiga orang dari parpol yang dalam pemilu lalu gagal menjadi anggota DPR dan DPD, tapi justru diangkat jadi menteri.
Boni menyebut Patrialis Akbar gagal menjadi anggota DPD, Agung Laksono serta Wakil Sekjen PKB Helmi Faisal juga gagal pada pemilu lalu. “Ini, kan, aneh. Orang yang tidak disukai oleh rakyat, kok, disuruh ngurusin rakyat,” tukas Boni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News