Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 pada kisaran 5,3% hingga 5,7% di akhir masa jabatannya.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, tantangan yang harus dilewati cukup berat untuk mencapai batas atas target pertumbuhan ekonomi yakni sebesar 5,7%. Hal ini mengingat tahun 2024 adalah tahun politik.
Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, Yusuf melihat pada periode tahun transisi politik seperti di tahun 2014 dan 2019, terdapat tren yang mana pertumbuhan ekonomi justru mengalami penyesuaian ke bawah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sehingga, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3% di tahun ini, maka pertemuan ekonomi di tahun depan berpotensi akan berada pada level yang sama atau tidak berada di level yang lebih rendah.
Baca Juga: Ini Strategi Menkeu untuk Jaga Pertumbuhan di Atas 5% di Tengah Ketidakpastian Global
“Apalagi jika kita lihat faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi untuk bisa tumbuh lebih tinggi itu masih akan cukup menantang untuk didorong pertumbuhannya,” kata Yusuf kepada Kontan.co.id, Senin (20/2).
Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi yang cukup sulit untuk ditingkatkan misalnya, pada sektor industri manufaktur.
Sektor ini mempunyai proporsi cukup besar dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Akan tetapi, jika di lihat dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan industri manufaktur selalu berada di bawah level 5%.
Sehingga, akan cukup cukup menantang jika ingin mendorong pertumbuhan ekonomi untuk bisa mencapai batas atas target 5,7%, dengan melihat kinerja sektor industri manufaktur tersebut.
Baca Juga: BKF Sebut Ada 3 Strategi untuk Mengantisipasi Risiko Ketidakpastian pada 2023
Menurutnya, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih moderat, harapannya ada pada sektor lapangan usaha lain seperti pada sektor perdagangan.
Hanya saja, kinerja pada sektor ini akan sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah, mengingat golongan tersebut mengalami perlambatan selama pademi Covid-19 di tiga tahun ke belakang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News