Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan perombakan terhadap aturan pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk menanggulangi pandemi Covid-19 dan ancaman terhadap perekonomian maupun stabilitas keuangan.
Orang nomor wahid Indonesia tersebut menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 tahun 2020 sebagai aturan pengganti PP No. 23 tahun 2020. Aturan ini diteken Jokowi per 4 Agustus 2020 lalu.
Menurut pantauan Kontan.co.id, salah satu perubahan yang terjadi ada dalam pasal 10 terkait penempatan dana. Dalam beleid teranyar, pemerintah akan melakukan penempatan dana pelaksanaan program PEN kepada Bank Umum Mitra.
Baca Juga: Dana Rp 1 triliun Bakal Dialokasikan Kepada Koperasi untuk Disalurkan ke Anggota
Bank Umum Mitra yang dimaksud di sini punya kriteria punya izin usaha, punya kesehatan minimal tiga yang telah diverifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), juga telah melaksanakan kegiatan bisnis perbankan yang mendukung percepatan pemulihan ekonomi.
Selain itu, bank umum mitra juga hanya diwajibkan mempunyai kegiatan usaha di wilayah Indonesia dan mayoritas pemilik saham atau modal adalah negara, pemerintah daerah, badan hukum Indonesia, dan Warga Negara Indonesia (WNI).
Padahal sebelumnya, penempatan dana yang dimaksud pemerintah dilakukan kepada bank peserta yang memiliki kriteria tertentu, seperti merupakan bank umum yang berbadan hukum Indonesia, beroperasi di wilayah Indonesia, dan paling sedikit 51% sahamnya dimiliki WNI atau badan hukum Indonesia.
Baca Juga: Soal kasus Djoko Tjandra, Komisi III DPR: Penegak hukum perlu tingkatkan kerja sama
Selain itu, bank peserta juga wajib berkategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK dan termasuk dalam kategori 15 bank beraset terbesar.
Adanya perubahan skema stimulus ini dinilai Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengandung risiko moral hazard yang cukup besar. Pasalnya, ada kekhawatiran nantinya pencairan subsidi bisa diselewengkan.
"Dikhawatirkan nanti dalam pemilihan debitur, yang mendapat stimulus ini bisa jadi debitur-debitur yang bermasalah jauh sebelum pandemi. Harus ada risk management, jadi jangan sampai debitur bermasalah yang mendapat porsi stimulus besar, sementara debitur yang benar-benar membutuhkan jadi tidak mendapatkan stimulus," kata Bhima kepada Kontan.co.id, Kamis (6/8).
Untuk itu, Bhima juga mewanti-wanti agar pemerintah dan OJK melakukan pengawasan yang ketat terhadap debitur-debitur yang masuk. Perlu juga agar OJK mendeteksi adanya bank-bank yang punya anak usaha maupun bank yang merupakan bagian konglomerasi.
Baca Juga: Bank BUKU I dan II Siap Menambah Modal
"Jadi ini bisa minimalkan bank menyalurkan stimulus kepada anak-anak usahanya di dalam satu konglomerasi saja. Jadi ini benar-benar harus diperhatikan dan jangan sampai salah lakukan stimulus," tutur Bhima.
Selain itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan juga diharapkan bisa terlibat aktif dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas stimulus. Selain itu, pemerintah juga perlu menimbang berapa banyak pekerja yang bisa diselamatkan atau terserap dengan pasca perubahan skema ini.
Jadi, dalam hal ini, pemerintah juga perlu mewanti-wanti kepada debitur kalau misal sudah mendapatkan subsidi, jangan sampai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News