Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Presiden Joko Widodo menginstruksikan para pembantunya untuk melakukan reformasi tata cara penganggaran dan pengawasan dana alokasi khusus (DAK). Pasalnya, selama ini realiasasi penyerapan anggaran DAK di daerah selalu rendah.
Menurut Jokowi, pola dan tradisi lama dalam perencanaan anggaran DAK berupa praktek lobi dan posisi tawar daerah selama ini masih berjalan. Sehingga, penganggarannya ditetapkan bukan sesuai kebutuhan dan berakibat penyerapannya rendah hanya sampai sekitar 30% pada akhir tahun.
"Kami ingin tinggalkan pola lama tradisi lama yang penganggarannya tidak berdasarkan prioritas, sering dalam prakteknya ditentukan oleh posisi tawar daerah atau praktek yang tidak transparan karena ada lobi karena politisasi," kata dia dalam pembukaan rapat terbatas tentang DAK di Kantor Kepresidenan, Rabu (11/5).
Sebaga contoh, penyerapan alokasi anggaran DAK 2015 masih sangat rendah. Misalnya, di bidang pendidikan dari total alokasi Rp 10,4 triliun hanya terserap Rp 2,6 triliun.
Begitu juga DAK di bidang kesehatan yang hanya dibelanjakan sebesar Rp 619 miliar dari total alokasi Rp 1,9 triliun. DAK bidang pertanian juga hanya mampu diserap sebanyak Rp 3,9 triliun dari rencana penganggaran Rp 6,1 triliun.
Sehingga, Jokowi mengatakan, perlu ada perbaikan mekanisme dan tata kelola dalam DAK. "Saya minta agar teknis pembenahan dan tata kelola dak ini diperbaiki dengan mereform tata cara alokasi, manajemen pengawasan," ujarnya.
Untuk memudahkan manajemen pengawasan, Jokowi mengharuskan proposal dan laporan pertanggungjawaban penggunaan DAK oleh daerah harus memuat informasi mengenai hasil pemanfaatannya. Dengan kebijakan ini, penganggaran DAK akan lebih optimal.
"Alokasi DAK artinya kalau kita sudha anggarkan pelaksanaan dan pengawasan diikuti. Jangan sampai nanti akhir tahun tahu-tahu hanya rampung 30% atau malah 10% yang menjadikan uang yang nangkring di daerah semakin banyak," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News