Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo tetap menolak mencabut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi meskipun demo mahasiswa besar-besaran digelar di berbagai daerah hingga menimbulkan korban luka-luka.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memastikan, presiden tetap tak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut UU KPK. Presiden, kata Yasonna, meminta penolak UU KPK untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga: AJI Jakarta kecam kekerasan terhadap jurnalis saat aksi 24 September
"Kan sudah saya bilang, sudah presiden bilang, gunakan mekanisme konstitusional. Lewat MK dong. Masa kita main paksa-paksa, sudahlah," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9).
Yasonna menegaskan bahwa UU KPK baru disahkan oleh DPR dan pemerintah pada 17 September lalu. Oleh karena itu, tak ada kegentingan yang memaksa bagi presiden untuk mencabut kembali UU yang dianggap banyak pihak dapat melemahkan KPK itu.
Ia menilai, demo mahasiswa yang berujung bentrokan dengan aparat di berbagai daerah juga tidak cukup untuk menjadi alasan bagi presiden mencabut UU KPK.
"Enggaklah. Bukan apa. Jangan dibiasakan, Irman Putra Sidin (pakar hukum) juga mengatakan janganlah membiasakan cara-cara begitu. Berarti dengan cara itu mendeligitimasi lembaga negara. Seolah-olah enggak percaya pada MK," kata dia.
"Itulah makanya dibuat MK. Bukan cara begitu (demo). Itu enggak elegan lah," sambungnya.
Baca Juga: Mahasiswa Universitas Al Azhar Faisal Amir dalam kondisi kritis
Hal serupa disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Ia juga meminta penolak revisi UU KPK untuk menempuh jalur ke Mahkamah Konstitusi.
"Kan ada mekanisme yang lain. Bisa di-judicial review bisa, jadi jangan, beginilah dalam bernegara ini kan ada ruang negosiasi, baik itu negosiasi secara politik dan negosiasi secara ketatanegaraan. Sudah diwadahi secara ketatanegaraan bagaimana proses politik sudah, semuanya tersedia," kata dia.
Demo yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil di berbagai daerah pada Senin (23/9/2019) dan Selasa (24/9/2019) kemarin berujung ricuh dengan aparat keamanan.
Catatan Kompas.com hingga Rabu (25/9/2019) dini hari, setidaknya 232 orang menjadi korban dari aksi demonstrasi yang berlangsung di berbagai daerah, mulai dari Jakarta, Bandung, Sumatra Selatan hingga Sulawesi Selatan.
Tiga orang di antaranya dalam kondisi kritis. Dalam aksinya, para mahasiswa menolak sejumlah revisi undang-undang yang dirancang pemerintah dan DPR, salah satunya revisi UU KPK yang sudah terlanjur disahkan menjadi UU.
Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Dinno Ardiansyah mendesak Jokowi mencabut UU KPK hasil revisi karena mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja komisi antikorupsi.
Baca Juga: Usai kerusuhan semalam, Jalan Gelora di belakang DPR masih ditutup
Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi. Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Namun, Presiden Jokowi pada Senin (24/9/2019) lalu sudah menegaskan ia tidak akan mencabut UU KPK lewat penerbitan Perppu. "Enggak ada (penerbitan Perppu KPK)," ucap Jokowi. (Ihsanuddin)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Korban Mahasiswa Berjatuhan, Jokowi Tetap Tolak Cabut UU KPK",
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News