kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Jokowi: Jangan lagi TKI jadi bulan-bulanan


Rabu, 26 Maret 2014 / 15:14 WIB
Jokowi: Jangan lagi TKI jadi bulan-bulanan
ILUSTRASI. Proyek Total Bangun Persada (TOTL) di Jakarta, Kamis (17/9). KONTAN/Baihaki/17/9/2015


Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menekankan pentingnya pembekalan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan diberangkatkan ke luar negeri. Apabila TKI mendapat pembekalan yang baik dan terlatih, maka TKI dapat menjadi warga terhormat di negara lain.

"Harus ada positioning TKI di luar negeri agar TKI warga kita tidak menjadi bulan-bulanan di luar negeri," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Rabu (26/3/2014).

Pemerintah, kata dia, seharusnya dapat menghentikan pengiriman TKI ke negara-negara yang tidak memiliki perjanjian tertulis dengan Indonesia. Sebab, apabila Indonesia mengirimkan tenaga kerja ke negara tanpa perjanjian tertulis itu, posisi Indonesia di hukum negara itu menjadi lemah.

Upaya yang bisa dilakukan saat ini, lanjutnya, adalah dengan memperketat izin bagi perusahaan yang memberangkatkan TKI. Ini karena sebagian izin TKI diperoleh melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta.

Bakal calon presiden Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu mengatakan, Pemprov DKI memberi perhatian besar terhadap kasus Satinah, TKI asal Ungaran yang akan mendapat hukuman eksekusi pancung di Arab Saudi karena membunuh majikannya. Untuk dapat membebaskan Satinah dari hukuman eksekusi, ia harus membayar diat (uang duka) sebesar Rp 21 miliar kepada keluarga korban.

Pemerintah Indonesia menyumbangkan sebanyak Rp 12 miliar, sementara TKI seluruh Indonesia menyumbang Rp 2,4 miliar. Dengan demikian, masih ada kekurangan yang belum terpenuhi. Padahal, eksekusi pancung akan dilaksanakan tujuh hari lagi. Jokowi juga turut menyumbang uang untuk menutupi kekurangan biaya uang duka Satinah.

"Delapan puluh persen perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) berada di Jakarta. Penampungan TKI gelap juga banyak di sini (Jakarta)," kata Jokowi.

Untuk mengantisipasi kasus ini terulang kembali, Jokowi memanggil Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Priyono, serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tingkat Provinsi DKI Jakarta.

Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Dyah Pitaloka mengaku kecewa dengan pemerintah pusat karena mengurangi anggaran perlindungan TKI. Menurut Rieke, tahun lalu anggaran untuk pos tersebut senilai Rp 9,8 miliar. Namun, tahun ini jumlahnya berkurang menjadi Rp 5,5 miliar. Padahal, jumlah TKI yang terkena kasus meningkat tiap tahun.

Saat ini saja, lanjut dia, ada 41 TKI yang sedang menunggu hukuman mati di Arab Saudi. Ke depannya, tak boleh ada lagi mekanisme pembayaran uang sebagai pengganti hukuman mati.

"Harusnya pemerintah mendampingi sejak di persidangan awal. Satinah ini kurang mendapat perhatian," kata Rieke.

Sekadar informasi, Satinah, seorang TKI asal Ungaran, Jawa Tengah, mengadu nasib ke Arab Saudi. Namun, di sana, dia mendapat siksaan dari majikannya. Satinah pun melakukan perlawanan yang menewaskan majikannya.

Pengadilan Arab Saudi memutuskan bahwa Satinah bersalah dan harus menjalani hukuman pancung pada 3 April 2014. Untuk bisa bebas dari hukuman tersebut, Satinah harus membayar uang maaf tersebut. (Kurnia Sari Aziza)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×